Anggaran Minim dan Benturan Regulasi, Momok yang Membelenggu BPKS
Infoaceh.net, SABANG – Di balik hamparan laut biru yang menyelimuti Sabang, ada gejolak yang tak terlihat di permukaan sebuah pertempuran panjang melawan batasan regulasi yang seolah mengikat erat tangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS).
Tak hanya itu, minimnya anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat menambah beban, menjadikan upaya pengembangan kawasan ini terasa seperti mendaki gunung terjal tanpa peta yang jelas.
Sebagai satu dari empat Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) di Indonesia, Sabang memiliki kedudukan hukum yang tinggi.
Di atas kertas, ia dijamin oleh Undang-undang yang semestinya memberi keleluasaan dalam bergerak.
Namun, realitas berbicara lain. Berbeda dengan Batam, Tanjung Balai, dan Karimun yang terbentuk melalui Peraturan Presiden dan mendapat banyak keuntungan, Sabang justru terjerat dalam jaring aturan yang saling berbenturan.
Kepala BPKS Iskandar Zulkarnain menyingkap kenyataan pahit yang selama ini membelenggu institusi yang dipimpinnya.
Ia mengingatkan BPKS lahir dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000, yang kemudian dimantapkan menjadi UU Nomor 37 Tahun 2000 dan diperkuat dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
“Sejarah mencatat, Presiden Abdurrahman Wahid sendiri yang mengantarkan UU Nomor 37 Tahun 2000 langsung ke Sabang. Sebuah momentum besar yang seharusnya menjadi tonggak kejayaan,” ungkap Iskandar dalam pertemuan antara BPKS dan Komisi III DPRA di Ruang Rapat Pimpinan BPKS, Sabang, Kamis, 20 Februari 2025.
Namun, nyatanya, jalan yang dilalui BPKS jauh dari kata mulus. Regulasi yang diamanatkan oleh Undang-undang sering kali tersandung aturan-aturan yang justru lebih rendah tingkatannya.
“Banyak aturan yang dijamin UU Nomor 37 Tahun 2000 justru terhambat hanya karena surat edaran seorang menteri. Ini ironi yang nyata” tegasnya.
Potensi besar yang dimiliki Sabang pun seperti terkurung dalam sangkar regulasi. Pelabuhan alami dengan kedalaman laut yang mampu menampung kapal-kapal raksasa seharusnya menjadi modal utama dalam sektor kepelabuhan.