Bukan Hanya 4 Pulau, Aceh Punya Hak hingga Barus dan Tanjung Pura, MoU Helsinki Harus Ditegakkan
Bener Meriah, Infoaceh.net – Dewan Pimpinan Wilayah Partai Aceh (DPW PA) Kabupaten Bener Meriah menyatakan dengan tegas bahwa MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) merupakan dasar hukum dan politik yang sah dan mengikat dalam membangun masa depan Aceh.
Kesepakatan damai ini tidak boleh diabaikan, siapapun yang memimpin pemerintahan pusat.
Menurut Pj. Ketua DPW PA Bener Meriah, Fadjri SH, pemerintah pusat telah berkali-kali mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai dengan semangat perdamaian, termasuk rencana pembangunan empat batalyon TNI di Aceh serta pengalihan empat pulau di Aceh Singkil ke Provinsi Sumatera Utara.
“Kebijakan semacam ini tidak hanya melanggar ketentuan dalam UUPA, tapi juga mengkhianati semangat perdamaian yang telah susah payah dibangun pascakonflik,” kata Fadjri dalam pernyataan resminya, Selasa (17/6).
Ia menegaskan, dalam UUPA disebutkan bahwa setiap kebijakan nasional yang berkaitan langsung dengan Aceh harus dikonsultasikan dan mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Aceh dan DPR Aceh. Namun praktiknya, Aceh kerap diperlakukan sepihak.
Lebih jauh, Fadjri menyinggung bahwa dari perspektif sejarah, wilayah Aceh bukan hanya mencakup empat pulau yang kini menjadi sengketa, tetapi juga sampai ke Barus dan Tanjung Pura—dua kawasan yang saat ini berada di wilayah Sumatera Utara.
“Secara historis, kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam dulu membentang hingga Barus di pantai barat dan Tanjung Pura di pantai timur Sumatera. Maka jika pemerintah pusat membuka kembali peta sejarah, bukan Aceh yang mencaplok wilayah, tapi justru Aceh sekarang telah kehilangan banyak wilayahnya,” jelas Fadjri.
Atas dasar itu, DPW PA Bener Meriah menyatakan:
Menolak keras pembangunan empat batalyon TNI di wilayah Aceh.
Menolak pengalihan empat pulau Aceh ke Sumatera Utara.
Mendesak pemerintah pusat untuk kembali pada komitmen damai sebagaimana diatur dalam MoU Helsinki dan UUPA.
Meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan arahan tegas kepada seluruh jajaran kabinet agar memahami dan menjalankan kebijakan yang sejalan dengan status kekhususan Aceh.
“Kami mengingatkan, mencederai kesepakatan damai Aceh sama saja dengan mempertaruhkan stabilitas nasional. Rakyat Aceh tidak menuntut lebih, hanya meminta keadilan atas hak sejarah, konstitusi, dan perjanjian yang telah disahkan negara,” tegas Fadjri.