Curhat Terakhir Diplomat Kemlu Sebelum Tewas Terlakban: Pisah dari Istri, Jadi Kuli Fotokopi di Luar Negeri
Infoaceh.net – Sebelum ditemukan tewas secara mengenaskan dengan wajah terlakban, diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Arya Daru Pangayunan ternyata pernah menuliskan curahan hati tentang tekanan pekerjaan yang dialaminya.
Ungkapan itu ia tuangkan dalam sebuah tulisan pada tahun 2021, yang kembali mencuat setelah kematiannya menjadi sorotan publik.
Dalam tulisan tersebut, Arya menceritakan betapa beratnya bekerja sebagai staf lokal di luar negeri, hingga harus rela hidup terpisah dari istri dan keluarga tercinta.
Ia mengisahkan masa awal penugasannya di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon, Myanmar, sebagai Local Staff (LS) Fungsi Politik.
Saat itu, Arya harus meninggalkan istrinya, Meta Ayu Puspitanti, yang sedang hamil anak pertama mereka.
“Ketika mengabari Pita bahwa saya mengambil pekerjaan sebagai LS di Myanmar, sempat muncul kegalauan. Kebetulan Pita sedang hamil muda, dan dari informasi yang diberikan Pak Totok, fasilitas kesehatan di Myanmar tidak sebaik di Indonesia,” tulis Arya dalam catatannya.
Akhirnya, dengan berat hati, pasangan itu memutuskan untuk hidup terpisah. Pita tinggal bersama orang tuanya di Yogyakarta, sementara Arya terbang ke Yangon pada 6 Juni 2011.
“Meninggalkan istri saya yang tengah hamil di Jogja bersama mertua saya. Ini merupakan keputusan yang cukup berat, namun harus dijalankan,” ujarnya.
Di Myanmar, meski lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya harus merelakan ekspektasi kariernya turun drastis.
Ia mengerjakan tugas-tugas administratif sederhana, mulai dari fotokopi, mengantar dokumen, hingga kliping berita.
“Dalam bekerja, walaupun lulusan S1 dari perguruan tinggi ternama, sebagai LS kita harus menurunkan ekspektasi. Pekerjaan sebagai LS tidaklah glamor,” ungkapnya.
Namun, secara finansial, Arya merasa cukup makmur selama dua setengah tahun di Yangon. Ia menempati mess milik KBRI dan hanya perlu membayar listrik.
Uang lembur menjadi andalan untuk biaya hidup, bahkan Arya mampu membeli mobil, home theater, gawai mutakhir, hingga menabung untuk membeli tanah di kampung halaman.
Namun kebahagiaan itu tak lengkap. Ketika Pita melahirkan anak pertama mereka secara prematur pada 19 Oktober 2011, Arya tidak berada di sisinya. Istri dan anaknya harus berjuang sendirian di rumah sakit. Permohonannya untuk pulang pun tidak langsung dikabulkan.
“Sebelum diizinkan pulang, saya ditugaskan untuk mendokumentasikan kunjungan Bapak Marty. Saya baru dapat pulang satu minggu setelah kelahiran anak pertama saya yang diberi nama Althea Alina Pangayunan,” kisahnya.
Saat tiba di Jogja, Arya disambut perasaan haru dan sedih. Putrinya masih berada di dalam inkubator, dan kondisi istrinya juga masih sangat lemah. Keadaan itu menjadi masa-masa paling berat dalam hidup Arya dan Pita.
Dengan segala keterbatasan, Arya akhirnya harus kembali lagi ke Myanmar seorang diri. Namun dengan bantuan teknologi, ia tetap mengikuti perkembangan buah hatinya dari jauh. Komunikasi dilakukan lewat Blackberry Messenger dan video call melalui Skype.
“Pita sering mengirimkan foto-foto Althea dan kami juga rutin melakukan video call,” tulisnya.
Kisah pilu ini menjadi potret lain dari tekanan psikologis dan beban kerja yang dialami Arya selama bertahun-tahun. Kini, tulisan lamanya kembali bergaung seiring dengan kematian tragisnya yang tengah diselidiki pihak kepolisian.
- Arya Daru Pangayunan KBRI Yangon
- bunuh diri staf Kemenlu
- curhatan diplomat kemlu tewas
- diplomasi dan beban mental
- keluarga diplomat terpisah
- kematian misterius pegawai Kemlu
- kisah LS di luar negeri
- kisah tragis diplomat Indonesia
- nasional
- peristiwa
- prabowo:
- tekanan kerja di Kementerian Luar Negeri
- www.infoaceh.net