Eksekusi Rumah Sengketa di Surabaya Diwarnai Ketegangan, GRIB Jaya Jatim Akan Adukan ke Presiden Prabowo
SURABAYA, Infoaceh.net – Eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap rumah sengketa di Jalan Dr. Soetomo No. 55 pada Kamis (19/6) diwarnai ketegangan.
Ratusan massa ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Jawa Timur sempat menghalangi proses eksekusi, menyebabkan aksi saling dorong dan pengalihan lalu lintas di Jalan Dr. Soetomo.
Ratusan personel polisi bersenjata lengkap dikerahkan untuk mengamankan jalannya eksekusi, dibantu aparat TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut. Aparat yang dipimpin Kabag Ops Polrestabes Surabaya, AKBP Wibowo, sempat memberikan kesempatan bagi pemohon eksekusi dan massa ormas untuk berdiskusi.
Namun, saat juru sita hendak membacakan putusan PN Surabaya, massa ormas menghalangi, memicu aksi saling dorong. Meski demikian, tidak terjadi bentrokan fisik.
AKBP Wibowo kemudian memberikan tiga kali peringatan kepada pihak yang tidak berkepentingan untuk meninggalkan lokasi, serta memerintahkan penangkapan bagi siapa pun yang menghalang-halangi proses eksekusi.
Setelah itu, juru sita membacakan putusan Pengadilan Negeri Surabaya, dan pihak pemohon eksekusi berhasil masuk ke rumah objek sengketa untuk melakukan pengosongan. “Kami diperintahkan untuk melaksanakan eksekusi pengosongan terhadap objek di Jalan Dr. Soetomo No. 55,” kata Juru Sita PN Surabaya, Darmanto.
Usai suasana kondusif, sejumlah truk mulai mengangkut barang-barang dari rumah yang puluhan tahun dihuni oleh Tri Kumala Dewi dan keluarganya.
Di sisi lain, GRIB Jaya Jawa Timur yang mengawal proses ini menyatakan akan menempuh upaya lanjutan dengan bersurat ke Presiden RI Prabowo Subianto. Menurut Pembina GRIB Jaya Jatim, drg. David Andreasmito, ada ketidakadilan hukum yang menimpa keluarga Tri Kumala Dewi, sehingga perlu ada perbaikan sistem hukum dan peradilan.
“Saya akan tulis surat ke Ketua DPR RI, saya akan tulis surat ke Presiden. Saya meminta agar, ya Pak Presiden harus benahi ini, masalah hukum ini karena hukum ini langsung menyentuh masyarakat,” kata David.
Dia juga mengingatkan bahwa masih ada proses hukum yang berjalan di Bareskrim Polri terkait kasus ini, di mana terlapornya adalah Handoko Wibisono (yang menggugat objek tanah dan rumah) serta Ninik Sujiati selaku notaris yang terlibat. “Saya yakin Bu Tri tidak salah. Yang salah itu yang nanti lagi jadi tersangka itu, yang hari ini dipanggil panggilan kedua dan tidak datang. Notaris pun bekerjasama dengan MKN, Majelis Kehormatan Notaris juga mangkir panggilan (Bareskrim),” beber David.
Selain itu, David menyebut proses eksekusi tersebut mengabaikan surat dari Komnas HAM yang meminta penundaan eksekusi. “Ini mengabaikan surat dari Komnas HAM. Dalam surat Komnas HAM jelas, alasan penundaan karena sudah ditemukan bukti kegiatan mafia peradilan di Surabaya,” tutup David.
Eksekusi rumah pensiunan TNI AL di Jalan dr. Soetomo nomor 55 Surabaya ini sebelumnya telah dua kali gagal dilakukan (pada 13 dan 27 Februari 2025) karena dihalangi massa ormas, sehingga eksekusi ditunda demi pertimbangan keamanan.
Eksekusi objek rumah ini didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya nomor 391/Pdt.G/2022/PN.Sby tanggal 5 Desember 2022. Rumah sengketa tersebut awalnya disebut milik Laksamana Soebroto Joedono, mantan Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Wapangab) era Presiden Soeharto, yang menempati rumah berdasarkan izin TNI AL dan membelinya pada 28 November 1972.
Sepeninggal Laksamana Soebroto, rumah ditempati Tri Kumala Dewi sebagai ahli waris. Permasalahan hukum mulai muncul ketika Hamzah Tedjakusuma menggugat klaim kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Gugatan yang berujung pada Peninjauan Kembali (PK) ini awalnya dimenangkan oleh Tri.
Namun, Hamzah menjual SHGB tersebut kepada istrinya, Tina Hinderawati Tjoanda pada 23 September 1980. Dari tangan Tina, dokumen tersebut dijual kembali kepada Rudianto Santoso. Rudianto kemudian menggugat Tri, dan awalnya gugatannya ditolak Majelis Hakim. Bahkan, Rudianto sempat ditetapkan sebagai DPO oleh Polda Jatim pada 8 Juli 2013 karena pemalsuan akta jual beli.
Meskipun demikian, Rudianto menjual kembali SHGB kepada Handoko Wibisono. Tri kemudian kembali mendapatkan gugatan dari Handoko. Berbeda dari putusan sebelumnya, kali ini Tri kalah. PN Surabaya memutuskan Handoko Wibisono sebagai pemilik sah berdasarkan transaksi jual beli tanah. Putusan inilah yang menjadi dasar bagi PN melakukan eksekusi pada hari ini.