Empat Pulau ‘Hilang’ Telah Menyatukan Aceh
Banda Aceh, Infoaceh.net — Ironis tapi nyata. Ketika kabar tentang “hilangnya” empat pulau dari Aceh mencuat ke permukaan, alih-alih memecah belah, justru memicu gelombang persatuan yang belum pernah terlihat sekuat ini dalam beberapa tahun terakhir.
Empat pulau yang terletak di wilayah Kabupaten Aceh Singkil — Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang — sempat ramai dibicarakan publik setelah muncul isu bahwa status wilayahnya telah berpindah ke Sumatera Utara.
Rakyat resah. Pemerintah daerah terpanggil. Dan dari keresahan itu, lahir suara bulat yang tegas: pulau-pulau itu milik Aceh.
Pernyataan paling keras dan jelas datang dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, yang menyatakan tanpa ragu: “Tidak ada kompromi. Empat pulau itu bagian dari Aceh. Titik.”
Pernyataan itu langsung menyulut semangat warga. Masyarakat dari berbagai elemen, tokoh adat, ulama, hingga mahasiswa, menyuarakan dukungan terhadap sikap tegas tersebut.
Di media sosial, tagar #AcehBersatu dan #EmpatPulauAceh sempat menjadi perbincangan hangat. Suatu isyarat bahwa rakyat Aceh menaruh harapan besar pada momentum ini.
Dari Isu Teritorial Menjadi Simbol Persatuan
Ketua DPD Patriot Bela Nusantara (PBN) Aceh, Drs M Isa Alima menegaskan bahwa momen ini menjadi titik balik penting bagi Aceh.
“Empat pulau yang sempat dianggap hilang ini justru menyatukan kita. Ini bukan hanya tentang batas wilayah, tapi tentang kesadaran kolektif menjaga kehormatan dan warisan sejarah kita,” ujar Isa Alima, Sabtu (14/6).
Menurutnya, Aceh sudah terlalu lama sibuk dengan perbedaan internal. Namun kini, perbedaan itu larut dalam semangat bersama mempertahankan tanah rencong.
“Yang kita perjuangkan bukan hanya pulau. Tapi harga diri, martabat, dan masa depan Aceh.”
Forbes dan Elit Politik Aceh Akhirnya Kompak
Situasi ini juga menggugah Forum Bersama (Forbes) DPR RI dan DPD RI asal Aceh, yang selama ini kerap dinilai jalan sendiri-sendiri. Kini mereka duduk bersama, satu meja, satu suara, untuk menyuarakan penolakan terhadap setiap bentuk pelemahan wilayah Aceh.
Para anggota legislatif tersebut kembali ke Aceh, menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah provinsi dan tokoh masyarakat. Langkah ini mendapat sambutan positif dari publik, yang menilai bahwa ini adalah sinyal baik dari pemimpin-pemimpin Aceh di tingkat nasional.
Bukan Konflik Antarwilayah, Tapi Soal Sejarah
Isa Alima menegaskan bahwa polemik ini jangan dilihat sebagai konflik antarprovinsi.
“Aceh dan Sumut itu serumpun. Tapi ketika sejarah dilupakan, kita wajib mengingatkan. Empat pulau ini bagian dari wilayah Aceh berdasarkan peta 1956 dan referensi resmi lainnya,” katanya.
Pernyataan itu menekankan bahwa perjuangan ini bukan untuk memusuhi pihak lain, melainkan untuk menuntut kejelasan berdasarkan sejarah dan hukum yang berlaku.
Dari Krisis Jadi Kebangkitan
Isu ini mungkin dimulai dari kekhawatiran. Tapi hari ini, ia telah menjadi bahan bakar kebangkitan. Masyarakat Aceh mulai sadar bahwa hanya dengan bersatu, setiap persoalan bisa dihadapi bersama.
Momentum ini bukan akhir, tapi awal. Awal dari semangat baru membangun Aceh dengan hati yang bersih, pandangan yang jernih, dan tekad yang bulat.
Karena kadang, sesuatu yang hilang — atau hampir hilang — justru mengajarkan kita nilai penting tentang apa yang selama ini kita miliki.
Empat pulau itu bukan hanya kembali diklaim, tetapi telah mengembalikan satu hal yang lebih besar: persatuan Aceh.
“Empat pulau telah menyatukan kita. Dan semoga, selamanya, kita tetap dalam satu barisan untuk Aceh yang lebih bermartabat,” pungkasnya.