Banda Aceh — Pengalokasian anggaran mencapai ratusan miliar untuk penyediaan tempat cuci tangan di sekolah-sekolah dengan sistem pengadaan langsung (PL) oleh Dinas Pendidikan Aceh menuai kritikan.
Pembuatan tempat cuci tangan dan sanitasi di sekolah jenjang SMA dan SMK di seluruh Aceh dengan anggaran yang diambil dari dana refocusing covid-19 dalam APBA 2020 tersebut memberikan tanda tanya besar bagi rakyat Aceh.
Pengamat Kebijakan Publik Aceh, Dr. Nasrul Zaman, ST M.Kes, Sabtu (7/11), dalam keterangannya, mempertanyakan tentang urgensinya pembuatan tempat cuci tangan tersebut dilakukan.
“Beberapa pertanyaan tentang urgensinya, diantaranya apakah tempat cuci tangan itu menjadi kebutuhan sekolah dalam penurunan covid-19 atau hanya kepentingan pengelola anggaran di Dinas Pendidikan Aceh,” katanya mempertanyakan.
Seperti yang kita ketahui, lanjut Nasrul, umumnya sekolah di Aceh rata-rata memiliki kamar mandi yang tidak layak, ruangan yang masih seadanya.
Apalagi kita melihat rata-rata sekolah SMA/SMK se-Aceh belum memiliki laboratorium yang standar, juga SMK tidak memiliki workshop yang dibutuhkan para siswanya agar bisa langsung siap pakai bekerja setelah tamat sekolah.
“Kita menyesalkan pengalokasian anggaran ini tanpa melibatkan partisipasi kepala sekolah dan pihak komite sekolah dalam pengusulan rencana kegiatan paket pembuatan tempat cuci tangan tersebut,” terangnya.
Nasrul Zaman memperkirakan paket cuci tangan sekolah SMA/SMK tersebut akan menghabiskan ratusan miliar anggaran APBA dari dana refocusing, sehingga sangat tidak efektif bagi pembangunan pendidikan Aceh juga bagi penurunan jumlah angka penularan covid-19 itu sendiri.
Per sekolah di Aceh dialokasikan anggaran rata-rata sekitar Rp 100 juta atau lebih untuk pembuatan tempat cuci tangan dan sanitasi tersebut.
Pihaknya berharap agar Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang baru saja diambil sumpahnya dan dilantik oleh Mendagri, segera membatalkan paket PL untuk pembuatan tempat cuci tangan tersebut.
“Anggaran yang tidak sedikit ini selanjutnya bisa dialihkan pada bentuk dan ragam program yang lebih bermanfaat bagi dunia pendidikan Aceh dan pembangunan masyarakat Aceh,” pungkas Nasrul Zaman. (IA)