Lhoksukon – Isma Khaira (33), seorang ibu asal Gampong Lhok Puuk, Kecamatan Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara ditahan sebagai narapidana di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Lhoksukon.
Bersama ibu tersebut, juga ikut serta seorang bayi berusia 6 bulan yang harus dirawat di dalam Rutan.
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon, perempuan itu dipidana penjara tiga bulan karena melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Untuk itu, Anggota DPD RI asal Aceh H. Sudirman atau akrab disapa Haji Uma, mendatangi Rutan Kelas II B Lhoksukon, Aceh Utara, Jum’at, 26 Februari 2021. Kedatangan Haji Uma untuk mengadvokasi salah seorang warga binaan di Rutan tersebut.
“Kunjungan kita ke Rutan Lhoksukon untuk melakukan silaturahmi dan melihat kondisi warga binaan. Di samping itu, kita juga mengadvokasi salah seorang warga binaan bernama Isma Khaira terkait UU ITE. Itu sudah mencuat di media sosial tentang keprihatinan masyarakat terhadap yang bersangkutan. Karena saat ini Isma Khaira juga mengurus anaknya yang masih berusia enam bulan di dalam Rutan Lhoksukon,” kata Haji Uma.
Haji Uma menyebutkan melihat bayi berada di dalam Rutan bersama ibunya itu, pihaknya merasa tergugah sehingga berupaya mengadvokasinya.
“Kita siap memberikan jaminan supaya Isma Khaira bisa ‘dirumahkan’. Tentunya ini kita cari solusi yang terbaik nanti pada Senin, 1 Maret 2021. Terlihat sudah ke arah kesepakatan berasama pihak Rutan, dan apa yang kita inginkan mudah-mudahan terwujud. Namun, nanti kita akan duduk bersama dulu untuk kebaikan ke depan,” ujarnya.
Menurut Haji Uma, sebenarnya hukuman yang dijalani Isma Khaira tidak lama, hanya tiga bulan. Akan tetapi, yang menjadi keprihatinannya, ada bayi yang diikutsertakan di dalam Lapas.
“Mengingat kondisi Covid-19 ini, pemerintah sedang komit terhadap bagaimana menghindari warga dari penyebaran virus Corona, maka saya meminta suatu kebijakan atau diskresi terhadap penanganan kasus tersebut (Isma Khaira bersama bayinya).”
“Artinya, ini bukan diistimewakan, tapi ini ada penanganan karena mengingat masalah kemanusiaan, dan kita juga berlindung di balik undang-undang perlindungan anak. Ini juga penting sekali terhadap aturan pembatasan manusia (di Lapas) di masa pandemi Covid-19,” ungkap Haji Uma.
Kepala Rutan Kelas IIB Lhoksukon, Yusnaidi, menjelaskan perkara menjerat Isma Khaira sudah ada putusan hukum dari Pengadilan Negeri Lhoksukon.
“Kemarin diantarkan berkasnya ke Lapas semuanya sudah lengkap serta inkrah (berkekuatan hukum tetap) bahwa dia sebagai narapidana. Jadi, kita saat melihat berkas bahwa beliau (Isma Khaira) ada tertera tahanan kota selama 22 hari di luar (Rutan), dan sisanya harus menjalani masa pidana. Tetapi kondisi kesehatan anaknya itu tidak ada masalah di dalam Rutan,” tuturnya.
“Mengenai permintaan beliau (Haji Uma) kita menyambut baik. Cuma kita di satu sisi kita mengambil solusi terbaik bagaimana suatu kebijakan. Saya sebagai Karutan juga akan melaporkan kepada atasan di Kanwil Kemenkumham Aceh,” ujar Yusnaidi.
Terkait bayi yang diikutsertakan bersama ibunya di dalam Lapas, menurut Yusnaidi, memang itu sesuai aturan.
“Karena bayi atau anak yang usianya di bawah dua tahun melekat bersama orang tuanya, karena masih menyusui. Apabila usianya lebih dua tahun maka (anak) itu wajib dikeluarkan jika ada narapidana yang mengalami hal seperti itu,” katanya.
Untuk diketahui, kasus menjerat Isma Khaira, warga Gampong Lhok Puuk, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, itu bermula ketika dirinya meng-upload sebuah video berdurasi 35 detik ke dinding akun Facebooknya soal kericuhan keuchik dengan seorang nenek, yang memakai kain memukul kepala keuchik yang berdiri diantara warga.
Video itu kemudian menjadi viral di media sosial Facebook. Akhirnya, keuchik itu melaporkan seorang ibu rumah tangga (IRT) ke Polres Aceh Utara, yang telah menyebarkan video pemukulan dirinya di media sosial tersebut, pada 6 April 2020. (IA)