Infoaceh.net, SABANG – Sebuah kebijakan yang seharusnya tegas justru menyisakan tanda tanya besar bagi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Sabang, Luqmanul Hakim. Dimana dirinya mewajibkan seluruh perusahaan konstruksi yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Kota (APBK) Sabang wajib menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Non-Subsidi.
Namun, di balik ketegasan tersebut, terselip celah besar dalam pelaksanaannya di lapangan.
Luqmanul Hakim, yang akrab disapa Lukman, dengan lantang menegaskan setiap kontrak kerja sama yang ditawarkan kepada perusahaan konstruksi sudah memperhitungkan harga BBM Non-Subsidi.
Dengan kata lain, tak ada alasan bagi kontraktor menggunakan BBM bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat kecil.
“Saat lelang, rekanan tentunya membuat penawaran harga BBM dengan harga industri. Jadi, sudah pasti mereka wajib menggunakan BBM Non-Subsidi,” ujar Lukman dengan penuh keyakinan kepada wartawan.
Namun, faktanya justru berkata lain yakni tidak ada mekanisme ketat yang memastikan perusahaan konstruksi benar-benar menggunakan BBM Non-Subsidi.
Meski dinyatakan sebagai kewajiban, PUPR ternyata tidak meminta bukti penggunaan BBM Non-Subsidi saat pencairan anggaran proyek.
Artinya, perusahaan tetap bisa menggunakan BBM bersubsidi tanpa ada sanksi yang jelas.
Seakan mencoba berdalih, Lukman menyatakan hal tersebut di luar kemampuan pihaknya.
“Itu di luar kemampuan kami, meskipun sudah mewajibkan penggunaan BBM Non-Subsidi,” ujarnya, seakan mengakui bahwa kebijakan ini tak lebih dari sekadar formalitas.
Lebih mengejutkan lagi, peran konsultan pengawas proyek pun ternyata tak menyentuh aspek ini, Lukman mengakui tugas pengawasan konsultasi hanya sebatas memastikan kualitas pekerjaan, tanpa mengawasi jenis BBM yang digunakan.
Lalu, bagaimana kepastian bahwa kebijakan ini benar-benar dijalankan? Apakah hanya menjadi aturan di atas kertas tanpa implementasi nyata?
Namun, menjadi pertanyaan besar apakah PUPR hanya membuat kebijakan tanpa kontrol, ataukah ada pihak yang bermain dalam abu-abu kebijakan ini.
Artinya lemahnya pengawasan membuka celah bagi dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi, yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kecil. (Andi Armi).