Kabid Dinas Pengairan Aceh Tersangka Korupsi Jaringan Irigasi Manggeng
Banda Aceh — Penyidik pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Ladang Panah, Kecamatan Manggeng, Kabupaten Abdya.
Kedua tersangka tersebut adalah SY, Kabid Operasional dan Pemeliharaan pada Dinas Pengairan Provinsi Aceh selaku Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) dan FZ selaku rekanan pelaksana proyek.
Pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi di Kecamatan Manggeng Kabupaten Abdya tersebut bersumber dari dana APBA Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp 1.536.261.000.
Berdasarkan perhitungan sementara oleh tim teknis, kerugian negara yang ditimbulkan pada pembangunan irigasi tersebut adalah sebesar Rp 449.000.000.
Informasi penetapan tersangka tersebut disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Abdya Nilawati SH MH, di Blangpidie, Kamis (14/01/2021).
“Kita sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi Manggeng. Yakni SY selaku KPA yang merupakan salah seorang kepala bidang di Dinas Pengairan Aceh dan FZ selaku rekanan,” kata Kajari Abdya, Nilawati SH MH melalui pesan WhatsApp kepada wartawan, Kamis (14/1) sore.
Dalam mengungkapkan dugaan korupsi pada proyek jaringan irigasi tersebut, penyidik Kejari Abdya sudah memeriksa sebanyak 17 orang saksi, mulai dari pekerja, rekanan, dan konsultan hingga pihak Dinas Pengairan Aceh.
Bukan itu saja, dalam mengungkapkan kasus itu, pihak Kejari Abdya juga telah melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Pengairan Aceh
Dalam penggeledahan itu, tim Kejari menemukan sejumlah dokumen tentang pekerjaan tersebut, dan dokumen itu sedang dipelajari tim teknis.
Hingga akhirnya penyidik Kejari menetapkan dua orang tersangka yang dinilai bertanggung jawab atas kerugian negara yang ditimbulkan dalam pembangunan irigasi tersebut.
Pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersebut dikerjakaan oleh rekanan dari perusahaan CV HK Jaya Perkasa.
Proyek yang bersumber dari APBA 2019 dengan panjang 892 meter itu, kini sudah mulai retak. Bahkan, di beberapa titik sudah terjadi kemiringan dan terancam ambruk.
Ada indikasi terjadi mark-up harga karena satuan pekerjaan sangat tinggi. Pekerjaan rehabilitasi itu dibayar mencapai Rp 1,8 juta per meter, padahal standar harga rehabilitasi berkisar Rp 1,2 juta hingga Rp 1,4 juta per meterbatau terjadi mark-up berkisar Rp 400.000 hingga Rp 600.000 per meter.(IA)