Kadisnak Aceh Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Rabies ke Pelajar SMK

Kadis Peternakan Aceh Zalsufran, memberikan sosialisasi penyakit rabies dan bahaya serta cara pencegahannya kepada pelajar SMKN di Lhong Raya, Banda Aceh, Rabu pagi (2/8)

BANDA ACEH – Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran terjun langsung ke Komplek Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1, 2 dan 3 di kawasan Lhong Raya Banda Aceh untuk menyosialisasikan penyakit rabies dan bahaya serta cara pencegahannya kepada siswa-siswi SMK setempat, Rabu pagi (2/8).

Dalam pemaparannya, Zalsufran mengungkapkan, ada beberapa ciri yang bisa dilihat pada hewan, khususnya anjing pembawa virus rabies, yaitu gelisah dan agresif, menyendiri, takut cahaya, air liur berlebihan, takut suara, takut air, ekor ditekuk di antara kedua kaki belakang dan suka menggigit apa saja yang ada di sekitarnya baik benda maupun orang.

“Penting kita mengenali ciri hewan pembawa rabies. Jika kita menemukan hewan dengan ciri rabies, sebisa mungkin ditangkap jangan dibunuh. Selanjutnya, lapor ke Puskeswan atau pada petugas dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan agar bisa ditangani sesuai prosedur,” ujar Kadisnak.

Selanjutnya, sambung Zalsufran, gejala yang terjadi jika seseorang terkena gigitan hewan pembawa virus rabies, adalah timbulnya nyeri pada luka gigitan, sakit kepala, lemah, gelisah, mulut berlendir, takut air, takut angin, takut cahaya dan suara.

“Untuk penanganan awal, korban gigitan hewan pembawa rabies ini adalah dengan sesegera mungkin mencuci luka dengan air mengalir, kemudian berikan obat antiseptik dan segera bawa ke pusat kesehatan atau rabies center, agar segera diberikan vaksin anti Rabies atau VAR. Selanjutnya, terus lakukan pengobatan dan pemeriksaan, karena masa inkubasi rabies tergolong lama. Sehingga kita perlu waktu hingga dua minggu untuk melihat efektivitas hasil suntikan VAR,” kata Zalsufran.

Zalsufran menambahkan, sosialisasi terkait pencegahan dan penanganan rabies sangat penting, sebagai upaya melindungi manusia dari penyakit ini.

Berdasarkan data, rabies merupakan penyakit endemis pada sistem saraf pusat di Afrika dan Asia, yang menyumbang 55 ribu angka kematian di dunia.

“Dari total 55 ribu angka kematian yang disebabkan oleh rabies ini, sekitar 56 persen terjadi di Afrika dan 44 persen di Asia. Pada 2004 di Ambon, jumlah orang meninggal dunia akibat rabies tercatat 21 orang. Selanjutnya, pada November 2008 di Bali, terdapat beberapa anjing mati dan dinyatakan positif Rabies,” ungkap Zalsufran.

“Hingga saat ini, ada 18 provinsi yang belum bebas kasus rabies. Jumlah rata-rata pertahun kasus gigitan pada manusia oleh hewan penular rabies, lebih dari 15.000 kasus. Oleh karena itu, penting menyosialisasikan ini sebagai upaya pencegahan. Jika lambat ditangani, rabies ini berbahaya karena bisa menyebabkan kematian,” imbuh Zalsufran.

Kepada awak media Zalsufran menjelaskan, upaya sosialisasi ini akan terus dilakukan Dinas Peternakan Aceh. Langkah ini merupakan upaya pencegahan dan pengetahuan kepada masyarakat, terkait ciri bahaya dan cara mengatasi.

“Sosialisasi ini penting dilakukan dan akan terus kita lakukan ke kabupaten/kota agar masyarakat memiliki pemahaman yang menyeluruh terkait rabies dan upaya pencegahan dan penanganannya. Selain itu, Indonesia juga bertekad untuk menyokong gerakan yang diinisiasi oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO yang mencanangkan Rabies Zero Death, di tahun 2030 mendatang,” pungkas Zalsufran. (IA)

Tutup