BANDA ACEH — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melakukan penahanan terhadap enam terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue.
Keenam terdakwa adalah Murniati, mantan Ketua DPRK periode 2014-2019. Irawan Rudiono, Anggota DPRK Partai PKS periode 2014-2019 dan 2019-2024.
Poni Harjo Anggota DPRK Simeulue periode 2014-2019 dari Partai Hanura.
Drs Astamudin S, ASN/Mantan Sekwan DPRK Simeulue. Ridwan Amd, ASN (Bendahara pengeluaran DPRK Simeulue TA. 2019). Mas Etika Putra, ASN (PPP-SKPK Sekretariat DPRK Simeulue TA 2019)
Keenam terdakwa tersebut ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Banda Aceh di Kajhu, Aceh Besar selama 30 hari, terhitung sejak 24 Mei sampai 22 Juni 2023.
Plt Kasi Penkum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis SH menjelaskan, penahanan keenam terdakwa tersebut berdasarkan penetapan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh pada Rabu, 24 Mei 2023 yang memerintahkan dilakukan penahanan terhadap terdakwa.
Penetapan penahanan dibacakan majelis hakim PN Tipikor Banda Aceh pada Rabu, 24 Mei 2023 setelah Penasehat Hukum membacakan Nota Pembelaan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang telah dibacakan pada Rabu, 17 Mei 2023.
Kasus dugaan korupsi SPPD fiktif DPRK Simeulue terjadi pada tahun 2019. SKPK DPRK Simeulue melalui Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) SKPK Nomor : DPA : 4.01.04.01/DPA_SKPK/2019 tanggal 23 Oktober 2019 mengalokasikan anggaran total sebesar Rp 6.076.185.500.
Berdasarkan LHP Perhitungan Kerugian Keuangan Negara BPK No. 25 tgl 27 Desember 2021 ditemukan kegiatan yang tidak dilaksanakan namun anggaran tetap dibayarkan total sebesar Rp 2.801.814.016.
Fakta kegiatan perjalanan Dinas Luar Daerah untuk pembuatan bukti Surat Pertanggungjawaban yakni penyediaan tiket pesawat dan bill hotel fiktif yang diinisiasi oleh tersangka Murniati (Ketua DPRK 2014-2019) yakni pada Januari tahun 2021 bertempat di ruang kerjanya mengarahkan Tersangka Ridwan (Bendahara Pengerluaran Sekwan DPRK Simeulue tahun 2019) dengan diketahui oleh Tersangka Astamudin (Sekwan DPRK 2019) untuk menghubungi Saksi Mutia Ruza Lubis untuk melakukan permintaan penyediaan tiket pesawat dan bill hotel fiktif.
Adapun biaya untuk pembuatan tiket pesawat dan bill hotel fiktif sebesar Rp 300.000 untuk setiap orang dalam surat tugas perjalanan dinas luar daerah.
Biaya untuk tiket pesawat dan bill hotel fiktif sebesar Rp 300.000 dinikmati oleh saksi Mutia Ruza Lubis sebesar Rp 150.000 dan sisanya diterima oleh Ahmada yang membuat tiket pesawat dan bill hotel fiktif di Tanjung Morawa.
Adapun dalam proses penyerapan anggaran Tersangka Astamudin (Sekwan DPRK 2019) memerintahkan bendahara pengeluaran untuk pembayaran, dan tersangka Mas Etika Putra tidak meneliti dan memverifikasi kelengkapan dokumen Surat Permintaan Pembayaran padahal faktanya mereka tahu perjalanan dinas tersebut fiktif/mark-up dan keduanya turut menikmati kerugian negara.
Fakta Kegiatan Bimtek Saksi Susilo Sudryo selaku ketua umum LKPD yang merupakan penyelenggara bimtek dihubungi oleh Murniati (Ketua DPRK Simeulue 2014-2019), tersangka Irawan Rudiono (Anggota DPRK Simeulue 2019-2024), tersangka Poni Harjo (Anggota DPRK Simeulue 2014-2019) untuk membantu membuat sertifikat fiktif bimtek tanpa ada pelaksanaan kegiatan dengan rincian Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta untuk pembuatan setiap sertifikat. (IA)