Komunitas Tuna Rungu dan Tuna Wicara Harapkan Kepedulian Pemkab Pidie
Sigli, Infoaceh.net — Di sebuah sudut Kota Sigli, Pidie, tepatnya di Warkop Zaki, dekat Bundaran Tugu Aneuk Mulieng, sekelompok penyandang disabilitas tampak berkumpul. Tak ada suara terdengar dari mereka, hanya gerakan tangan yang berbicara.
Namun di balik keheningan itu, tersimpan suara hati yang dalam, tentang harapan, kesetaraan dan keinginan untuk diakui sebagai bagian dari masyarakat yang utuh.
Mereka adalah komunitas tuna rungu dan tuna wicara, warga Kabupaten Pidie yang hidup dalam keterbatasan komunikasi verbal, namun tetap menjalani hari-hari dengan semangat dan harga diri.
Sebagian dari mereka telah berkeluarga, membesarkan anak, dan bekerja seadanya untuk menghidupi rumah tangga dalam kondisi serba terbatas.
Pada Jum’at pagi (13/6/2025), hadir sosok yang tak asing bagi dunia sosial Aceh, Isa Alima. Ia datang bersilaturahmi, menyapa satu per satu dengan bahasa mata dan hati, didampingi oleh seorang penerjemah sederhana yang membantu menerjemahkan isyarat menjadi kalimat.
“Mereka juga manusia. Mereka bagian dari kita. Mereka punya mimpi, punya keluarga, dan menanggung beban hidup sebagaimana kita semua. Mereka layak diperhatikan, bukan dikasihani. Ini soal keadilan dan keberpihakan,” ujar Isa Alima.
Selama ini, kelompok ini belum sepenuhnya tersentuh oleh program pemerintah daerah. Belum banyak pelatihan keterampilan, akses pekerjaan, atau kebijakan sosial yang menjangkau mereka secara langsung.
Padahal, di balik keterbatasan bicara, mereka memiliki keinginan yang besar untuk diberdayakan.
Salah satu dari mereka, melalui bahasa isyarat, menyampaikan pesan yang diterjemahkan:
“Kami memang tidak bisa bicara, tapi kami ingin didengar. Kami ingin ikut membangun, bukan hanya disaksikan. Kami ingin dianggap sebagai warga yang utuh.”
Pertemuan singkat namun bermakna itu meninggalkan pesan penting: bahwa mendengar dan hadir bisa menjadi bentuk kepedulian yang paling awal dan mendalam.
Kepada Pemerintah Kabupaten Pidie, mereka menitipkan harapan. Bahwa suatu hari nanti, mereka tidak lagi merasa asing di tanah sendiri.