LBH Banda Aceh Sebut Dua Komisioner KIA Diduga Langgar Kode Etik
BANDA ACEH — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menilai, terhambatnya penyelesaian Sengketa Informasi Publik oleh Komisi Informasi Aceh (KIA) diduga disebabkan Komisionernya yang sibuk dengan aktivitas di luar tugas dan fungsinya sebagai Komisioner.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan LBH, terdapat 2 orang Komisioner KIA yang memiliki kesibukan, jabatan dan pekerjaan lain selain sebagai Komisioner KIA, yakni Muslim Khadri selaku Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi, danMuhammad Hamzah selaku Komisioner Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi.
Dari data yang diperoleh LBH, Muslim Khadri saat ini menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Pidie Jaya, pengurus pada Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi), dan dosen dengan perjanjian kerja pada Program Studi Manajemen
Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI).
Sementara Muhammad Hamzah
tercatat sebagai Wakil Ketua Bidang Organisasi Pengprov Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Aceh, Ketua Dewan Pembina Pengurus Daerah pada Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh, Direktur Pusat Gerakan dan Advokasi Rakyat (Pugar), serta dosen pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry dan dosen Universitas Iskandar Muda(UNIDA).
“Hasil penelusuran tersebut mengindikasikan Muslim Khadri dan Muhammad Hamzah telah melanggar ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf f UU KIP yang mensyaratkan anggota Komisi Informasi untuk melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik,” ujar Kepala Operasional LBH Banda Aceh Muhammad Qodrat SH MH didampingi Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian SE kepada wartawan di Banda Aceh, Senin (17/10).
Menurut Pasal 1 angka 3 UU KIP, yang dimaksud dengan Badan Publik termasuk lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.