Megawati Sentil Fadli Zon soal Rencana Penulisan Ulang Sejarah: Jangan Hanya Verbal Pancasila!
JAKARTA, Infoaceh.net – Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyentil rencana pemerintah menulis ulang sejarah Indonesia yang digagas Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Dalam sebuah acara di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Sabtu (7/6/2025),
Megawati menyuarakan kekhawatirannya bahwa sejarah bangsa justru sedang “dipotong” dan dipersempit hanya pada era Orde Baru.
“Menjadi Indonesia itu bukan perkara gampang. Tapi sekarang seolah sejarah itu hanya dipotong, lalu dicap, diturunkan TAP ini, dan sejarah hanya dikenang saat Orde Baru,” ujar Megawati dalam pembukaan pameran foto Guntur Soekarnoputra.
Dalam pidatonya, Megawati secara khusus menyapa Fadli Zon yang hadir dalam kapasitas sebagai Menteri Kebudayaan. Ia mengingatkan pentingnya Bhinneka Tunggal Ika, dan bahwa perbedaan adalah bagian dari jati diri bangsa—namun bukan untuk dijadikan alasan membedakan warga.
“Bung Karno bilang kita boleh berbeda. Tapi jangan sampai seolah ada bagian dari manusia Indonesia yang dianggap berbeda atau dihapus dari sejarah,” ucap Ketua Umum PDI Perjuangan itu.
Lebih lanjut, Megawati juga menyinggung soal semangat pancasilais yang menurutnya tak cukup hanya diucapkan.
“Kalau saya pasti pancasilais. Tapi yang hadir di sini saya tidak tahu, apakah hanya verbal Pancasila, atau benar-benar menjalankannya?” sindir Megawati.
Sementara itu, Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan bertujuan untuk menonjolkan sisi positif dari masa lalu bangsa, bukan untuk mencari-cari kesalahan.
“Selama tonenya positif, tidak masalah. Kami ingin menonjolkan pencapaian, prestasi, dan peristiwa penting pada masa itu,” ujar Fadli saat ditemui sehari sebelumnya di Masjid Istiqlal, Jakarta.
Ia juga menekankan bahwa proyek penulisan sejarah ini akan dikerjakan oleh para sejarawan profesional, bukan oleh aktivis atau politisi.
“Sejarah tidak bisa ditulis oleh politikus. Kalau mau menulis versi masing-masing ya silakan, itu hak dalam negara demokrasi. Tapi untuk narasi sejarah bangsa, harus dilakukan oleh yang punya kompetensi akademik,” katanya.
Megawati juga sempat menyinggung TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 yang menjatuhkan sang ayah, Presiden Soekarno. Ia merasa heran karena keberadaan TAP ini jarang dipertanyakan publik.
“Padahal itu bagian penting dari sejarah perjalanan bangsa. Kenapa seolah dilupakan?” cetusnya.