MTA Duga Oknum TAPA dan DPRA Berkonspirasi Jebak Pj Gubernur Terkait Pembahasan RAPBA 2024
Dewan berkeinginan Pj Gubernur untuk terima perubahan skema untuk mengurangi jatah dana Otsus Kabupaten/kota 20 persen dengan potensi pengurangan mencapai Rp 400 miliar lebih, dijadikan anggaran pokok pikiran (Pokir) DPRA menurut daerah pemilihan (Dapil) masing-masing.
Kemudian kebijakan anggaran 2024 memuat total nihil utang terhadap Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dan menolak jika penggunaan anggaran JKA 2024 digunakan untuk keperluan lain termasuk Pokir Dewan seperti penggunaan yang dilakukan oleh Dewan pada 2023 ini.
Dimana kejadian 2023 yang menggunakan anggaran JKA untuk Pokir membuat terganggunya berbagai program pembangunan lain.
Sehingga mengakibatkan potensi utang tahun berjalan terhadap JKA dan juga menjadi beban utang tahun selanjutnya.
“Kita memandang aneh, padahal RAPBA 2024 telah tertuang berbagai arah kebijakan anggaran termasuk hal-hal strategis seperti yang dipermasalahkan oleh Dewan. Bagaimana dewan mempermasalahkan dengan menuduh Pj Gubernur tidak responsif, padahal RAPBA sendiri tidak dibahas.
Seharusnya RAPBA dibahas bersama TAPA nanti akan terlihat DIM dari RAPBA yang membutuhkan arah kebijakan yang mesti ditindaklanjuti. Dari berbagai macam DIM tersebut nantinya TAPA akan melaporkan kepada Pj Gubernur hasil pembahasan,” sebut MTA.
Sampai saat ini, lanjut MTA, TAPA tidak melaporkan hasil pembahasan dengan Banggar DPRA, mengapa? Karena RAPBA tidak dibahas. Artinya Dewan tidak menjalankan fungsinya secara baik.
“Dulu di awal-awal kepemimpinan Pj Gubernur Achmad Marzuki, Dewan kompak meminta Sekda Aceh Taqwallah sebagai Ketua TAPA harus diganti dengan alasan tidak bisa menjembatani pembahasan anggaran yang baik, sekarang Sekda sudah diganti dengan Pak Bustami Hamzah dan sudah berjalan 1 tahun lebih, apa kelemahan Sekda di mata dewan sampai RAPBA tidak pernah dibahas oleh Banggar dan TAPA. Ada apa?,” kata MTA mempertanyakan.
Ia meminta kepada Dewan agar menghentikan berbagai manuver yang semakin memperuncing masalah dan mengabaikan aturan perundang-undangan sebagai mahkota yang telah diamanatkan rakyat.