INFOACEH.NET, BANDA ACEH – Gonjang -Ganjing soal penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) ke sektor kegiatan publikasi yang dialokasikan melalui Pokok-pokok pikiran (Pokir) dewan kian mendapat sorotan.
Hal itu mencuat setelah adanya sejumlah permasalahan yang muncul dari pokir publikasi di lingkungan Pemerintah Aceh.
Misalnya, mencuat sejumlah dugaan praktik korupsi yang disebut-sebut melibatkan kalangan legislatif dan eksekutif bersama rekanan kegiatan publikasi.
Maraknya dugaan suap-menyuap antara rekanan dan pihak legislatif yang notabennya mengklaim pokir publikasi yang dikerjakan adalah hasil usulannya.
Intinya, lewat kegiatan yang dibiayai alokasi dana pokir publikasi muncul sebuah problem baru di Aceh yang mengarah pada aksi praktik korupsi dan pemborosan anggaran daerah setiap tahunnya, sementara azas manfaatnya tidak dapat dirasakan oleh publik atau rakyat secara jelas dan nyata, kecuali hanya para pelaku saja yang menikmatinya.
Menyikapi perkembangan tersebut Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Murhaban Makam mengaku heran, di tengah kondisi Aceh berstatus daerah termiskin di Sumatera, tapi masih ada anggaran yang teralokasi ke hal-hal yang menurutnya tidak jelas arahnya dan manfaatnya.
“Pemberdayaan ekonomi masyarakat masih sangat penting, apalagi Aceh masih menyandang provinsi termiskin di Aceh,” kata Murhaban.
Anggota dewan tujuh periode ini mengaku, apa yang disebut pokir publikasi itu dirinya tidak mengerti dan apa azas manfaatnya.
“Hingga sekarang saya belum pernah mengusulkan kegiatan publikasi menggunakan APBA,” ujar Murhaban, Jum’at (31/5).
“Soalnya saya enggak tahu apa yang harus dipublikasikan dan manfaatnya untuk masyarakat apa? Saya tidak bisa berkomentar banyak, soalnya saya tidak tahu soal publikasi menggunakan anggaran program pokir yang disebut-sebut itu,” tambahnya lagi.
Disinggung soal dugaan bagi-bagi free, Marhaban mengaku menyesalkan praktik demikian, mengingat sejak dicetusnya aspirasi dewan itu diakuinya tidak pernah mencomot serupiah pun anggaran yang telah dialokasikan untuk membantu rakyat.
“Serupiah pun tidak pernah kami ambil dan ganggu anggaran yang telah dialokasikan untuk rakyat, tapi kalau sekarang tidak tahu saya,” ujar Murhaban lugu.
Menurut Murhaban, tidak seharusnya anggaran pokir dewan yang dianggarkan oleh anggota legislatif dijadikan ajang bisnis terselubung yang akhirnya bermuara pada tidak efektifnya upaya dukungan dalam pembangunan bagi masyarakat sebagaimana yang diharapkan.
“Seharusnya praktik-praktik melanggar hukum itu tidak perlu terjadi, sebab apa yang dianggarkan sudah selayaknya digunakan sepenuhnya untuk keperluan rakyat dan sebagai hasil kerja wakil rakyat yang dipercaya setiap periodenya,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, kisruh soal anggaran Pokir Publikasi kini sedang menjadi perbincangan hangat di Aceh. Mulai dari soal monopoli kegiatan publikasi hingga permasalahan temuan BPKP terhadap sejumlah perusahaan media pers yang disebut-sebut terlibat aktif menggondol anggaran publikasi di salah satu instansi di Provinsi Aceh itu.
Tidak sampai di situ, renyahnya anggaran Pokir Publikasi dapat dinikmati disebut-sebut para pengusul pokir dan rekanan diikat oleh sebuah kesepakatan yang disebut fee.
Sejumlah pihak mulai bersuara, Pokir Publikasi layak dihapus saja dan para pelaku yang terlibat praktik korupsi harus diadili sesuai dengan kesalahannya. (RED)
Editor:
Muhammad Saman