SIGLI — Sisa bangunan Rumoh Geudong, bekas lokasi pelanggaran HAM berat masa lalu di Gampong Bilie Aron Kecamatan Geulumpang Tiga Kabupaten Pidie kini telah dirobohkan menjelang kedatangan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 27 Juni nanti.
Rumoh Geudong merupakan Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) di Sektor A, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh yang pada masa konflik Aceh tahun 1989-1998 digunakan sebagai tempat penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan warga Aceh.
Penghancuran sisa bangunan di sekeliling Rumoh Geudong itu rencananya dialihfungsikan untuk dibangun menjadi masjid. Perobohan itu sudah dilakukan sejak Selasa (20/6).
Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setdakab Pidie Teuku Iqbal membenarkan perihal proses meratakan bangunan di lokasi tersebut. Dia mengatakan lokasi tersebut akan dibangun masjid.
“Benar (perobohan Rumoh Geudong dan dibangun masjid). Semoga lancar semua,” kata Iqbal singkat, Kamis (22/6).
Namun saat dikonfirmasi CNN Indonesia, Iqbal enggan menjawab lugas atas inisiatif siapa perobohan bangunan bukti sejarah kasus pelanggaran HAM Berat di Aceh itu.
Perobohan bangunan ini diduga dilakukan sebagai bagian dari persiapan kick-off pelaksanaan rekomendasi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat (PPHAM).
Kick-off itu akan dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo di area yang dulunya merupakan bangunan Rumoh Geudong pada Selasa 27 Juni 2023.
Direktur LSM Paska Aceh, Farida Haryani mengaku pihaknya menyesalkan penghancuran sisa bangunan Rumoh Geudong. Pasalnya itu adalah salah satu situs pelanggaran HAM berat di Kabupaten Pidie.
“Penghancuran tersebut merupakan upaya penghilangan barang bukti, pengaburan kebenaran, penghapusan sejarah dan memori kolektif rakyat Aceh atas konflik di Aceh sejak tahun 1976 hingga 2005,” kata Farida dalam keterangannya.
Organisasi Amnesty International Indonesia (AII) juga menyesali langkah pemerintah meratakan bangunan yang menjadi lokasi pelanggaran HAM berat di Pidie tersebut.
“Kami menyesalkan tindakan penghancuran sisa bangunan Rumoh Geudong. Bangunan itu merupakan sebuah situs sejarah penting sekaligus bukti pernah adanya kejahatan sangat serius di Kabupaten Pidie, Aceh,” kata Direktur Eksekutif AII Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Kamis (22/ ini.
“Penghancuran bangunan penting ini menimbulkan pertanyaan terkait keseriusan negara dalam upaya menuliskan ulang sejarah Indonesia dan upaya lain berupa memorialisasi pelanggaran HAM berat di Aceh,” imbuhnya.
Diketahui, Rumoh Geudong adalah tempat penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan pembunuhan yang paling diingat dan dikenang oleh rakyat Aceh sejak pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) kurun waktu 1989-1998.
Sejak 2017, para penyintas dan masyarakat sipil telah merawat cerita para korban dan penyintas, dan menuntut keadilan atas pelanggaran yang mereka alami.
Para penyintas secara rutin menyelenggarakan doa bersama dan membangun tugu peringatan untuk mengingat kekerasan yang terjadi masa lalu dan mengenang keluarga yang telah pergi.
Oleh karena itu, upaya korban dan penyintas untuk merawat sisa bangunan Rumoh Geudong dan membangun tugu peringatan menjadi ruang pemulihan korban dan pendidikan bagi generasi muda agar kekerasan yang sama tidak terulang lagi.
“Pembongkaran yang terjadi menjelang kunjungan Presiden Joko Widodo ke Aceh pada 27 Juni mendatang menimbulkan pertanyaan serius terhadap komitmen negara dalam menangani pelanggaran HAM,” kata Usman Hamid. (IA)