Penangkapan Ikan dengan Cara Merusak, Ekosistem Laut Aceh Terancam
Rahmad mengatakan kerusakan terumbu karang di Aceh pun bukan lagi sekadar ancaman. Ia menyontohkan terumbu karang di Pulo Aceh, Aceh Besar sudah banyak yang hancur.
Akibatnya, tidak banyak lagi anak-anak ikan yang bisa dijumpai karena terumbu karang sudah mati dan berlumut.
Selain tidak hanya kerusakan ekosistem, masyarakat nelayan pun juga paling merasakan dampaknya.
Jumlah pendapatan nelayan turun karena sulit mendapatkan ikan dan membutuhkan ongkos lebih untuk menangkap ke wilayah yang lebih jauh. Ia berharap nelayan bisa tetap melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan ramah lingkungan.
“Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, perairan Aceh dilanda kehancuran, kita mendorong perairan Aceh segera pulih dengan menurunkan aktivitas penangkapan ikan yang merusak,” ujarnya.
Berdasarkan hasil penelusuran tim Forum Jurnalis Lingkungan Aceh, beberapa kasus destructive dan ilegal fishing yang pernah tercatat tahun 2023 seperti penangkapan kapal dan empat awak kapal yang diduga melakukan penangkapan ikan
menggunakan bom ikan di perairan Pulo Aceh, Aceh Besar, pada 30 November 2023.
Selain itu, penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) dengan menggunakan bom di perairan Simeulue, pada 13 Juni 2023 dan 15 nelayan ditangkap saat menangkap ikan menggunakan alat tangkap ilegal di perairan Selat Malaka, pada 27 Mei 2023.
Pengawas Perikanan Muda Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo Kementerian Kelautan dan Perikanan Eko Prasetyo Ritanto mengatakan, pihaknya akan memperketat pengawasan terhadap praktik destructive dan ilegal fishing.
Hal ini bisa dilakukan dengan langkah sosialisasi bagi nelayan yang berada di wilayah perairan Aceh agar banyak pihak yang peduli terhadap ancaman ekosistem kelautan.
“Kita harap langkah-langkah ini bisa mengatasi praktik Ilegal dan Destructive Fishing di perairan Aceh,” pungkasnya. (IA)