BANDA ACEH — Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh masih terus menghadapi masalah kesulitan keuangan yang hingga kini belum selesai, akibat buruknya perencanaan dan pengelolaan anggaran.
Hal ini terungkap berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh.
Dilihat pada Kamis (25/5/2023), BPK RI Perwakilan Aceh dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Banda Aceh tahun anggaran 2022 mengungkapkan bahwa defisit riil Pemko Banda Aceh mencapai Rp 148.701.383.166.
Dari hasil pemeriksaan BPK atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Tahun Anggaran 2022 dan Perubahan APBK TA 2022 menunjukkan permasalahan APBK TA 2022 dan Perubahan APBK TA 2022 belum sepenuhnya menyelesaikan defisit rill tahun anggaran 2021 yang mencapai sebesar Rp 158.744.330.810.
Menurut BPK dalam LHP tersebut, penganggaran belanja tahun anggaran 2022 belum memperhatikan pendapatan tahun anggaran 2022 dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun anggaran 2021.
Dalam laporan hasil pemeriksaan atas LKPD Kota Banda Aceh tahun anggaran 2021 Nomor 20.B/LHP/XVIII.BAC/04/2022, disebutkan, perencanaan APBK tahun anggaran 2021 tidak berdasar kemampuan keuangan daerah, sehingga terdapat utang belanja sebesar Rp 118.552.492.071 dan pemakaian kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp 40.191.838.739.
Hasil pemeriksaan BPK atas Peraturan Walikota (Perwal) pergeseran APBK TA 2022 dan perubahan penjabaran APBK TA 2022, itu menunjukkan Pemko Banda Aceh belum sepenuhnya menyelesaikan defisit riil, karena Pemko Banda Aceh hanya melakukan penganggaran untuk pembayaran utang belanja sebesar Rp 118.552.492.071.
BPK dalam LHP tahun anggaran 2022 juga menyebutkan, pemeriksaan atas register SP2D TA 2022 menunjukkan realisasi atas pembayaran utang belanja TA 2021 sebesar Rp 113.749.436.886.
LHP BPK RI menegaskan, terkait pemakaian kas yang dibatasi penggunaannya belum menjadi perhatian dalam APBK TA 2022 dan Perubahan APBK TA 2022.
Defisit riil Pemko Banda Aceh sebesar Rp 148.701.383.166 itu berdasarkan pemeriksaan atas register SPM yang ditolak/register SP2D yang dibatalkan menunjukkan terdapat belanja yang belum dibayarkan dan menjadi utang belanja sebesar Rp 109.863.920.762.
Nilai utang belanja tersebut terdiri atas utang belanja tahun anggaran 2020 sebesar Rp 100.574.346, utang belanja tahun anggaran 2021 sebesar Rp 4.702.480.839, dan utang belanja tahun anggaran 2022 sebesar Rp 105.060.865.577.
Menurut BPK, Pemko Banda Aceh defisit rill Rp 148 miliar lebih disebabkan Pj Walikota Banda Aceh belum optimal dalam menindaklanjuti LHP BPK Nomor 20.B/LHP/XVIII.BAC/04/2022.
Kemudian Pj Walikota dan Pimpinan DPRK Banda Aceh belum optimal dalam melakukan pembahasan anggaran tahun anggaran 2022 dan perubahan APBK tahun anggaran 2022 dengan memperhatikan utang belanja tahun anggaran 2021 sebesar Rp 118.552.492.071 dan penggunaan kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp 40.191.838.739.
Sementara Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPK belum optimal menyiapkan dan melaksanakan kebijakan Kepala Daerah dalam rangka penyusunan APBK tahun anggaran 2022, dan Kepala BPKK selaku PPKD belum optimal dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah.
Untuk iti, BPK merekomendasikan agar Pj Walikota Banda Aceh melaksanakan kesepakatan dengan Ketua DPRK agar melakukan refocusing serta pemangkasan anggaran atas belanja yang tidak prioritas untuk pembayaran utang belanja tahun 2022 pada tahun anggaran 2023. (IA)