Pernyataan Ketua PBNU yang Samakan Penolak Tambang dengan Wahabi Tak Berpihak ke Rakyat Kecil
Infoaceh.net – Pernyataan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla alias Gus Ulil yang menyebut kelompok penolak tambang seperti Greenpeace dan Walhi sebagai wahabi menuai perhatian publik. Pernyataan itu dinilai tidak berpihak pada masyarakat kecil, yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam.Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menegaskan menjaga ruang hidup rakyat seperti hutan, tanah pertanian, laut, dan wilayah pesisir sangat penting untuk keberlanjutan ekosistem. Ia tak sepakat kepedulian yang terlalu ekstrem terhadap lingkungan dapat menciptakan ketakutan di tengah masyarakat.
“Fakta di lapangan menunjukkan bahwa justru atas nama pembangunan dan maslahat nasional, masyarakat kecil yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam secara lestari dipaksa menyerah,” kata Daniel Johan kepada wartawan, Rabu (18/6).
Menurutnya, dampak eksploitasi alam yang berlebihan akan menggusur kehidupan rakyat dan melahirkan kemiskinan ekstrem. Bahkan, yang lebih parah mengakibatkan bencana alam.
“Mereka digusur, dikriminalisasi, dan hidup dalam kemiskinan struktural,” ucapnya.
Ia menyesalkan pengurus PBNU justru mendukung eksploitasi tambang secara berlebih, dengan menyebut ‘pertambangan itu seolah kejahatan, pertambangan itu baik, yang tidak baik adalah bad mining’. Padahal, kerusakan alam yang dapat mengakibatkan bencana bukan persoalan sederhana.
“Realitanya kerusakan yang dihasilkan oleh tambang di Indonesia sudah terlalu besar, terlalu dalam, dan terlalu sering dimaklumi,” cetusnya.
Legislator Fraksi PKB itu menekankan kasus tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya, harus menjadi pengingat bahwa kawasan konservasi kelas dunia, yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati laut paling tinggi di planet ini, bisa disusupi kepentingan tambang.
Namun, ia bersyukur, Presiden Prabowo Subianto mencabut empat izin tambang di kawasan Raja Ampat.
“Tapi bagaimana dengan ratusan izin lain di wilayah tangkapan air, hutan produksi rakyat, dan wilayah pesisir yang jadi penyangga pangan?” ucapnya.
Lebih lanjut, Daniel mengingatkan, keadilan ekologis tidak boleh dikompromikan hanya demi ekonomi jangka pendek. Ia menekankan, negara harus berpihak pada keberlanjutan hidup petani dan nelayan yang terbukti menjaga alam dengan cara-cara yang jauh lebih lestari ketimbang industri ekstraktif.
“Jika tidak, ketahanan pangan dan ekosistem nasional tinggal menjadi angan-angan semata,” pungkasnya.