Pernyataan Wagub Banten Soal Titip Siswa Bikin Geram, Netizen: Banten Sudah Nggak Ketolong!
Infoaceh.net – Pernyataan Wakil Gubernur Banten, A. Dimyati Natakusumah, bikin jagat maya mendidih. Dalam sebuah wawancara, ia menyebut bahwa praktik titip-menitip siswa dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) adalah hal yang lumrah dan tak menyalahi aturan.
“Kalau disposisi pejabat itu hal yang lumrah, biasanya. Tergantung pemerintah aja melihatnya,” ujar Dimyati dengan nada santai, seolah yang dibahas bukan masa depan anak-anak Indonesia, melainkan urusan ringan semacam titip belanja.
Kutipan itu pun langsung viral di media sosial. Video pernyataan Dimyati beredar cepat dan menuai kecaman luas. Netizen menganggap sikapnya tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat setingkat wakil gubernur, apalagi saat masyarakat tengah berjuang keras mendapatkan akses pendidikan yang adil dan merata.
Pernyataan kontroversial ini muncul menyusul pencopotan Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prayogo, karena ketahuan ‘titip anak orang’ dalam proses seleksi masuk sekolah. Ironisnya, baik Dimyati maupun Budi berasal dari partai yang sama, PKS. Tapi alih-alih menyesalkan praktik ini, Dimyati justru pasang badan membela.
“Anggota dewan itu kan ditodong konstituen, masa nggak bantu? Titip itu biasa. Paraf doang,” lanjutnya.
Sontak, gelombang amarah pun membuncah di lini masa. Tagar #BantenAutoLulus sempat memuncaki trending topic sebagai bentuk sindiran tajam untuk pemerintah provinsi yang dinilai melegalkan nepotisme dalam dunia pendidikan.
Yang membuat publik makin geleng-geleng kepala, pernyataan Dimyati kontras dengan sikap Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menolak keras praktik titip-menitip dalam penerimaan siswa. Perbandingan dua pemimpin daerah ini menjadi perbincangan hangat, sekaligus bahan refleksi tentang kualitas integritas pejabat publik.
“Banten sudah nggak ketolong. Mental pejabatnya masih doyan ngakal-ngakalin sistem,” tulis seorang pengguna X, menyuarakan keresahan banyak orang tua yang rela antre, verifikasi data, dan ikut sistem zonasi, hanya untuk melihat anaknya kalah oleh ‘surat sakti’.
Sampai saat ini, belum ada permintaan maaf ataupun klarifikasi dari Dimyati. Namun gelombang kritik belum reda. Banyak pihak menilai ucapan seperti itu justru memberi angin segar bagi praktik-praktik curang yang sudah lama jadi borok dalam sistem pendidikan nasional.
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan, pernyataan seperti ini bukan hanya keliru, tapi juga membahayakan masa depan generasi muda yang selama ini dibesarkan untuk percaya pada meritokrasi. Sayangnya, harapan itu kerap kandas karena ulah mereka yang semestinya jadi teladan.