Ratusan Seniman dan Budayawan Aceh Tolak Qanun Pemajuan Kebudayaan Rancangan Disbudpar
“Angka ini menunjukkan pembangunan kebudayaan di Aceh masih jauh di bawah rata-rata nasional. Meskipun Aceh memiliki potensi kebudayaan yang besar, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal, baik dari aspek pelestarian, ekonomi, maupun partisipasi masyarakat,” jelas Taqiyuddin Muhammad, budayawan Aceh dari MAPESA, yang ikut menyatakan penolakan.
Dia juga menambahkan angka tersebut mencerminkan lemahnya dukungan Pemerintah Aceh terhadap kebudayaan dan keberagaman ekspresi budaya di Aceh.
Karena itu, SUKAT mendesak Pemerintah Aceh dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera mengevaluasi kinerja Disbudpar, terutama agar dinas ini lebih berpihak pada pengembangan ekosistem kebudayaan Aceh yang telah mengalami kemunduran selama 30 tahun terakhir.
Tungang juga mengkritik kelemahan metodologis dalam penyusunan Pokok-Pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) oleh Disbudpar yang dijadikan acuan dalam menyusun Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024.
“Jika dokumen yang cacat itu dijadikan acuan dalam membangun kebudayaan Aceh, maka Raqan Pemajuan Kebudayaan akan gagal dari awal,” tegasnya.
Sebagai informasi, Rancangan Qanun Aceh tentang Pemajuan Kebudayaan Aceh Tahun 2024 merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang diinisiasi oleh Banleg DPRA periode 2019–2024 dan Pemerintah Aceh.
Berikut beberapa catatan kritis SUKAT terhadap Raqan tentang Pemajuan Kebudayaan Aceh Tahun 2024 dalam memastikan produk hukum yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
1. Materi Rancangan Qanun tentang Pemajuan Kebudayaan Aceh merupakan hasil penggabungan antara UU No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan dan UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, penggabungan ini mengakibatkan ketidaksesuaian dengan azas kejelasan tujuan, azas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 yang sudah diubah oleh UU No. 15 Tahun 2019 yang kemudian diubah menjadi UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.