Susno Duadji: Rismon Cs Tak Bisa Jadi Tersangka Kalau Ijazah Jokowi Belum Terbukti Asli
Dikatakan, dalam laporannya Jokowi tak hanya mencantumkan pasal pencemaran nama baik, namun juga fitnah, rekayasa teknologi dan penggunaan data tanpa izi.
Diakui, untuk pasal fitnah memang harus dibuktikan ijazah itu asli atau tidak.
Namun, untuk perkara pencemaran nama baik, sekalipun ijazah tidak asli pun masih bisa dijeratkan.
“Bedanya pencemaran nama baik ini yang disampaikan itu nyata, tapi disebarluaskan dalam satu forum yang tidak benar, yang memang tujuan mendiskrieditkan,” katanya.
Menurut Rivai di perkara ini tidak bergantung pada asli tidaknya ijazah namun ada 3 pasal lain yang bisa dijeratkan.
Soal hasil labfor Bareskrim, diakui Rivai karena dilakukan di tahap penyelidikan, memang belum pro justicia.
Meski demikian, menurutnya uji labfor ini masih bisa dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
“Ini harus semua perkara harus jelas, harus ada akhirnya, jangan dibuat khusus atau tidak ada ujungnya,” tukasnya.
Sebelumnya, Polri menunda gelar perkara khusus soal kasus ijazah Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi) yang sedianya dilakukan hari ini, Kamis (3/7/2025).
Adapun agenda gelar perkara khusus tersebut bakal dilakukan pada pekan depan tepatnya Rabu (9/7/2025).
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut penundaan gelar perkara khusus ini atas permohonan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) melalui aduan masyarakat (Dumas).
Atas hal tersebut, Bareskrim kemudian menindaklanjutinya dengan mengundang pihak pendumas dan terdumas pada 30 Juni 2025.
Meski begitu, pihak pendumas yakni TPUA sendiri kembali menyurati Polri untuk bisa menghadirkan sejumlah nama yang mereka sodorkan
“Tanggal 2 Juli kemarin itu TPUA membuat surat perihal permohonan nama-nama untuk dilibatkan dalam gelar perkara khusus yang memohon penjadwalan ulang gelar perkara khusus sampai mereka mendapatkan kepastian atas nama-nama yang dilibatkan dalam proses gelar perkara khusus dimaksud,” kata Trunoyudo kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).
Atas permintaan itu, kata Trunoyudo, penyidik akhirnya menunda jadwal gelar perkara khusus dengan akan mengundang sejumlah orang di antaranya dari Komnas HAM, DPR RI, pakar telematika, Roy Suryo hingga Rismon Hasiholan.