Teheran Tutup Pintu Negosiasi Nuklir, Serangan AS Dianggap Cuma Gangguan Ringan
Infoaceh.net – Pemerintah Iran menegaskan tidak akan melanjutkan pembicaraan terkait pengayaan uranium di wilayahnya dengan Amerika Serikat, Kamis (26/6/2025).
Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Presiden Iran, Mohammad Reza Arei, menyebut klaim negosiasi baru sebagai “spekulasi” yang tidak berdasar.
“Saya ingin menyatakan dengan jelas bahwa belum ada kesepakatan, pengaturan, atau pembicaraan yang dibuat untuk memulai negosiasi baru,” kata Arei dalam siaran televisi nasional, mengutip CNA.
Iran menegaskan bahwa negaranya telah memasuki fase baru saat hitung-hitungan secara fundamental sehingga tidak ada alasan untuk mengubah posisi Iran, terutama setelah serangan militer AS.
Sikap tegas Iran ini diperkuat oleh pemungutan suara di parlemen. Di mana para anggota parlemen Iran sepakat untuk meloloskan undang-undang yang “mengikat”, menangguhkan sementara kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Khamenei: Tekanan AS Tak Akan Buat Iran Tunduk
Senada dengan Reza Arei, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, juga menegaskan bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan internasional, terutama dari Amerika Serikat.
Dalam pidato publik perdananya sejak gencatan senjata dengan Israel, Khamenei menyebut bahwa Iran telah menang secara moral dan Politik.
“Presiden Amerika membesar-besarkan kejadian dengan cara yang tidak biasa, dan ternyata dia membutuhkan pembesar-besaran ini,” kata Khamenei, mengomentari pernyataan Trump mengenai dampak serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran.
Adapun penolakan itu ditegaskan kedua pimpinan Iran, menanggapi klaim Presiden AS Donald Trump yang menyebut Washington akan segera membuka jalur diplomatik baru dengan Teheran.
Iran menganggap bahwa pendekatan AS masih berlandaskan ancaman dan tekanan militer, bukan diplomasi yang adil.
Serangan udara terhadap situs nuklir Iran oleh jet siluman B-2 milik AS beberapa hari lalu dinilai sebagai provokasi, bukan niat berdamai.
Penolakan Iran terhadap perundingan baru dengan AS mencerminkan betapa dalamnya jurang ketidakpercayaan antara kedua negara.