Aceh Utara – Isma Khaira (33) dan bayinya yang berusia enam bulan harus menghuni Rumah Tahanan Negara (Rutan) Lhoksukon, Aceh Utara.
Isma divonis bersalah karena melanggar Undang-undang Informasi dan Traksaksi Elektronik ( UU ITE) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon, Aceh Utara.
Warga Desa Lhok Puuk, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara itu dilaporkan oleh kepala desanya atas pencemaran nama baik.
Pasalnya, Isma mengunggah video berdurasi 35 detik ke Facebook soal kericuhan kepala desa dan ibunya.
Video itu lalu viral di media sosial pada 6 April 2020. Sang kepala desa kemudian melaporkan Isma.
Kepala Rutan Lhoksukon Yusnadi menyebutkan, sejak Isma ditahan ada beberapa politikus yang menelponnya.
Mereka meminta agar Isma bisa menjalani penahanan di rumah sebagai tahanan kota.
“Ada tiga politisi menghubugi saya, ada Ketua DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten) Aceh Utara Arafat, Wakil Ketua DPRK Aceh Utara Hendra Yuliansyah, dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI Haji Uma (Sudirman). Mereka meminta solusi hukum, saya bilang, prinsipnya saya welcome. Namun itu bukan kewenangan saya, saya sudah lapor ke Kanwil Hukum dan HAM Aceh,” kata Yusnadi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/2/2021).
Dia menyebutkan, akan duduk bersama Kejaksaan Negeri Aceh Utara pada 1 Maret 2021 untuk melihat kasus itu secara detail dan kemungkinan penyelesaiannya.
“Anak bayinya enam bulan juga di tahanan, karena masih menyusui, dan itu sesuai aturan dibolehkan ikut ibunya di tahanan,” katanya.
Yusnadi juga menegaskan, hanya bertugas untuk menerima dan menjaga tahanan.
Soal tuntutan dan hal lain, harus didiskusikan dengan lembaga lainnya seperti jaksa dan polisi.
Sebagai informasi, dari tiga bulan vonis hakim, Isma sudah menjalani tahanan rumah selama 21 hari. Artinya, sisa masa tahanan Isma hanya 2 bulan 10 hari lagi.
“Prinsipnya jika ada celah hukum, saya pikir, semua kita sepakat prinsip kemanusiaan diutamakan. Saya lapor pimpinan saya di Kanwil Hukum dan HAM Aceh, terkait masalah ini,” sebutnya. (IA)