Ulama Nilai Bank Syariah di Aceh Belum Terapkan Prinsip Syariah

Pimpinan Dayah Darul 'Ulum Al-Fata, Kayee Kunyet, Montasik, Aceh Besar Tgk H Marwan Abdullah

BANDA ACEH — Operasional bank-bank syariah yang ada di Aceh saat ini dinilai belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan usaha dan aktivitas bisnisnya.

Salah satunya, karena bank syariah yang beroperasi di Bumi Serambi Mekkah masih menggunakan sistem kredit. Padahal kredit itu sendiri identik dengan riba.

Karenanya, Ulama Aceh Besar sekaligus Pimpinan Dayah Darul ‘Ulum Al-Fata Kayee Kunyet, Kecamatan Montasik, Aceh Besar Tgk H Marwan Abdullah meminta pihak perbankan mengganti sistem kredit dengan mudharabah.

Baca Juga : Begal Proyek APBA

“Bank syariah di Aceh saat ini belum menerapkan prinsip syariah, pihak perbankan harus mengganti sistem kredit dengan mudharabah,” kata ulama yang akrab disapa Baba Marwan Montasik, Kamis (1/6/2023)

“Baba meminta diganti saja antara kredit dengan bantuan karena istilahnya kredit itu identik dengan riba, karena ada bunganya,” katanya.

Baba Marwan menyarankan perbankan membantu masyarakat dengan sistem bagi hasil.

Dia menyontohkan, bank selaku pemilik modal membuat suatu usaha yang dikelola masyarakat atau dikenal dengan sistem mudharabah.

“Itu asetnya tetap aset bank. Jadi keuntungannya bagi dua. Hasilnya dibagi perbulan dan setiap bulan ada evaluasinya,” jelasnya.

“Intinya adalah mengganti kata-kata kredit dengan mudharabah. Bagaimana sistem mudharabah, yaitu pihak yang punya modal memberikan usaha atau modal kepada pengelola untuk diusahakan dan hasilnya bagi dua. Jadi modalnya tetap milik bank,” jelasnya.

Pihak perbankan, kata Baba Marwan, mengaku tidak dapat mengubah istilah tersebut karena menyangkut nomenklatur di pusat.

Di perbankan, istilah tersebut tetap disebut kredit. “Namanya syariah tapi implementasi tidak syariah,” kata Baba Marwan.

Selain itu, Baba Marwan juga menyarankan pemerintah menampung UMKM serta hasil pertanian masyarakat.

Hal itu dinilai perlu agar harga-harga hasil pertanian tetap stabil ketika memasuki musim panen.

“Kalau sudah dikelola pemerintah harga belinya tetap, misalnya padi dibeli Rp 5.500 ribu per kilo atau Rp 6.000. Jadi selalu begitu sehingga tidak merugikan masyarakat,” pungkasnya. (IA)

Tutup