Utang Membengkak, APBK-P Banda Aceh 2022 Diduga Telah Disusupi Penumpang Gelap

Ketua DPD Aliansi Mahasiswa dan Pelajar Anti Korupsi (Alamp Aksi) Kota Banda Aceh Musda Yusuf

BANDA ACEH — Beredarnya kabar Badan Pengawasan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh meminta dilakukannya audit khusus terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Perubahan Kota Banda Aceh tahun 2022 merupakan sesuatu yang wajar dan patut didukung, mengingat kondisi keuangan Pemko Banda Aceh di bawah kepemimpinan Pj Wali Kota Bakri Siddiq semakin memprihatinkan.

Karena adanya indikasi penggunaan anggaran siluman atau penumpang gelap yang tak termaktub dalam APBK-P yang mengakibatkan menumpuknya utang daerah.

Padahal, rasionalisasi anggaran telah dilakukan dan APBK-P 2022 sudah disahkan DPRK dalam sidang paripurna.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPD Aliansi Mahasiswa dan Pelajar Anti Korupsi (Alamp Aksi) Kota Banda Aceh Musda Yusuf kepada media Rabu malam, 26 April 2022.

Menurut Yusuf, rasionalisasi anggaran yang dilakukan Pj Wali Kota Banda Aceh pada APBK-P 2022 seharusnya menjadi ruang untuk efesiensi anggaran, namun yang terjadi justru malah sebaliknya sehingga potensi adanya penyalahgunaan wewenang relatif tinggi.

“Logikanya rasionalisasi sudah dilakukan, namun utang Pemko Banda Aceh di bawah kepemimpinan Pj Wali Kota Bakri Siddiq pada akhir anggaran tahun 2022 justru malah membengkak mencapai Rp 86 miliar, sehingga banyaknya rekanan yang sampai Maret 2023 tak kunjung dibayarkan bahkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN serta tunjangan beban kerja ASN maupun honorer/tenaga kontrak di akhir thaun 2022 juga mengalami kemacetan. Tentunya ada sesuatu yang salah sehingga hal itu terjadi,” kata Musda Yusuf.

Dia menyampaikan, ditemukannya sejumlah indikasi pengalihan penggunaan anggaran seperti dana bagi hasil (DBH) pajak sebesar Rp 1,5 miliar dan peruntukan dana transfer gedung Banda Aceh Madani Education Center (BMEC) dari Pemerintah Aceh semakin menguatkan adanya kemungkinan penumpang gelap dalam pelaksanaan realisasi APBK-P Banda Aceh tahun 2022.

“Jika DPRK memprediksikan utang Pemko akibat capaian PAD TA 2022 yang hanya sekitar 72% utangnya hanya sekitar Rp 60 miliar, namun dengan kondisi utang mencapai Rp 86 miliar maka patut diduga lebih dari Rp 20 miliar terindikasi adanya penumpang gelap sehingga sudah sepatutnya diusut oleh aparat penegak hukum,” jelasnya.

Untuk mengidentifikasi indikasi adanya penumpang gelap pada APBK-P Banda Aceh TA. 2022 sangat perlu dilakukan audit khusus bahkan audit investigasi, sehingga diketahui anggaran tersebut dikemanakan saja oleh Pemko Banda Aceh.

“Mengingat persoalan tersebut begitu krusial, kami juga meminta agar BPK RI menghentikan terlebih dahulu pemberian opini WTP kepada Pemko Banda Aceh, karena jika kemungkinan program yang disebut penumpang gelap APBK-P ini tidak diperjelas maka nilai dari opini WTP juga bakal tercemar di mata publik jika diberikan kepada daerah dengan permasalahan keuangan yang serius seperti Kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan Bakri Siddiq ini,” katanya.

Menurut desas desus di internal DPRK dan internal Pemko, persoalan ini mulai tercium oleh Polda Aceh dan kabarnya banyak SKPK sudah dipanggil.

“Kita mendukung BPK melakukan audit khusus dan meminta Polda Aceh mengusut tuntas persoalan ini. Publik ingin tahu siapa yang justru memanfaatkan situasi di saat kondisi daerah sedang sulit, kok justru bisa ada indikasi penumpang gelap dalam APBK Perubahan Banda Aceh TA 2022,” tegasnya. (IA)

Tutup