Infoaceh.net, BANDA ACEH –– Beban utang Pemko Banda Aceh di bawah kepemimpinan Wali Kota Illiza Sa’adudin Djamal mencapai Rp125 miliar.
Beban utang Pemko Banda Aceh itu di antaranya terdiri atas defisit anggaran tahun 2024, sebesar Rp 39,8 miliar yang bersumber dari SPM yang tidak dapat direalisasikan sampai 31 Desember 2024.
Kemudian, kekurangan alokasi PPPK formasi tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 sebesar Rp 25 miliar serta juga belum mengalokasikan belanja gaji PPPK formasi 2024 sejumlah 1222 orang dengan estimasi senilai Rp61 miliar serta transfer bantuan keuangan Alokasi Dana Gampong (ADG).
Belum lagi, ditambah utang BLUD RSU Meuraxa dalam periode yang sama per 31 Desember 2024 sejumlah Rp49 miliar.
“Beban utang tersebut diperparah lagi dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Alokasi Transfer Ke Daerah,” ujar Ketua DPD Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Kota Banda Aceh, Musra Yusuf, Ahad (16/2/2025).
Lanjut Yusuf, terkait data potensi beban utang tersebut, sepertinya ada pengkondisian sehingga beban utang tersebut harus ditanggung oleh wali kota definitif dikarenakan tidak dipenuhinya beban wajib salah satunya dari belanja gaji PPPK dan lebih memilih untuk menciptakan paket-paket pekerjaan baru untuk “bagi-bagi”.
Menurut Yusuf, agenda rasionalisasi anggaran di masa kepemimpinan Illiza tidak akan pernah berhasil, apabila tidak melakukan evaluasi terhadap Tim Anggaran Pemerintah Kota (TAPK) Banda Aceh dimana Pj. Sekda Kota Banda Aceh Bachtiar selaku ketua tim TAPK terkesan sengaja menciptakan potensi utang, karena tidak mendahulukan belanja wajib seperti gaji PPPK dan memiliki kepentingan ‘pribadi’ terhadap APBK Banda Aceh 2025.
Lanjut Yusuf, pertanyaan yang muncul di masyarakat tentu siapa yang paling bertanggung jawab terkait kondisi keuangan Pemko Banda Aceh yang begitu dilematis tersebut?
“Kita menilai mantan Pj Wali Kota Banda Aceh Ade Surya, Ketua TAPK Banda Aceh yakni Pj Sekdako dan Pj Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) sebagai pihak yang mengelola pemasukan dan pengeluaran daerah harus bertanggung jawab terkait kondisi keuangan Pemko Banda Aceh yang saat ini begitu memprihatinkan tersebut.
Para pejabat ini harus menjelaskan kepada rakyat kenapa mengambil kebijakan tanpa mempertimbangkan kondisi fiskal daerah,” pungkasnya.