Mengoreksi Ila’: Islam, Keadilan, dan Hak-Hak Perempuan dalam Rumah Tangga
Oleh: Ahmad Hashif Ulwan*
Pernikahan dalam Islam merupakan ikatan suci yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga yang damai, penuh cinta, dan kasih sayang.
Tujuan utama dari pernikahan bukan hanya melanjutkan keturunan, melainkan juga membangun relasi sosial yang adil dan manusiawi antara suami dan istri.
Namun, tidak selamanya pernikahan berjalan ideal dan sesuai yang diharapkan. Dalam kenyataannya, banyak relasi pernikahan justru menjadi sumber penderitaan, terutama bagi perempuan.
Salah satu bentuk ketidakadilan dalam rumah tangga adalah ketika suami menyandera hak-hak istrinya dengan tidak menyentuhnya secara fisik, tetapi juga tidak menceraikannya, praktik ini dalam Fiqih dikenal sebagai ila’.
Dalam konteks hari ini, situasi serupa dapat ditemukan dalam relasi yang dikenal sebagai toxic marriage, yaitu pernikahan yang penuh tekanan, manipulasi, kekerasan emosional, dan relasi tidak sehat yang terjadi dalam rumah tangga, sehingga kasih sayang dan rasa disayangi tidak didapatkan dalam hubungan rumah tangga.
Ila’ pada mulanya adalah kebiasaan orang-orang Jahiliyah, Sering kali para suami pada zaman Jahiliyah mengucapkan ila’ kepada istrinya dalam rangka menghukum istrinya.
Waktu yang ditetapkan oleh suami untuk tidak menggauli istrinya biasanya setahun atau lebih, sehingga keadaan istri terkatung-katung dalam keadaan sengsara. Ia tidak diceraikan oleh suaminya dan pada saat yang sama juga tidak mendapat haknya secara penuh sebagai istri.
Setelah Islam datang, ketetapan ila’ diubah dan diposisikan sebagai sumpah dengan tempo paling lama empat bulan.
Jika seorang suami kembali lagi kepada istrinya sebelum tempo empat bulan maka ia dianggap melanggar sumpah dan wajib membayar kafarat (denda) sumpah, selama sumpahnya menggunakan nama atau sifat-sifat Allah.
Perubahan ketentuan dalam Islam ini sebagaimana termaktub dalam Al-Quran surat Al-Baqarah [2] ayat 226:
لِلَّذِيْنَ يُؤْلُوْنَ مِنْ نِّسَاۤىِٕهِمْ تَرَبُّصُ اَرْبَعَةِ اَشْهُرٍۚ فَاِنْ فَاۤءُوْ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Kepada orang-orang yang meng-ila istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”