Anggaran Pokir Siluman di APBA 2024 Hampir Rp 800 Miliar Masih Misteri
Sebelumnya Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA sempat mengatakan penggelembungan perhitungan jumlah SiLPA terhadap realisasi APBA 2023 merusak tatanan teknokratik Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh 2024. Anggaran itu tidak masuk dalam proses perencanaan sebagaimana diharuskan Undang-undang.
“Potensi penambahan program baru itu tidak berbasis perencanaan yang baik dan tidak berbasis reses. Hal ini berpotensi bermasalah secara hukum dikemudian hari, terutama terhadap pegawai di Satuan Kerja Perangkat Aceh, sebagai pelaksana anggaran,” kata Muhammad MTA, Rabu, 31 Januari 2024.
Namun, Muhammad MTA enggan memberikan penjelasan dan memilih bungkam terkait sikap dan tindakan Pemerintah Aceh tentang indikasi penggelembungan Silpa 2023 dan penambahan Pokir siluman DPRA tersebut.
Sementara LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyebut permainan anggaran itu sebagai skandal Appendix jilid II. “Rahasia” permainan anggaran tersebut dibuka oleh MaTA kepada wartawan di Banda Aceh, Jum’at (2/2/2024).
Koordinator MATA Alfian menyebutkan terjadi permainan pada penetapan jumlah SiLPA tahun 2023. Hal itu dilakukan dengan sengaja untuk dapat mengubah RKPA (Rencana Kerja Perubahan Anggaran) 2024 sehingga dapat memasukkan program-program pokir.
Menurut penjelasan Alfian, data resmi serapan APBA Perubahan 2023 yang dipublikasikan pihak berwenang adalah sebesar 97,7%. Dengan demikian, terdapat SiLPA 2,3% dengan jumlah anggaran Rp 267 miliar.
Anehnya, kata Alfian, dalam pembahasan R-APBA 2024 antara TAPA dan Banggar DPRA, angka SiLPA tahun anggaran 2023 itu bukan lagi 2,3% tetapi berubah jadi 3,4%.
Dengan demikian, jumlah SiLPA APBA-P tahun 2023 adalah sebesar Rp 400 miliar.
MaTA mempertanyakan dasar TAPA mendapatkan angka SiLPA 2023 menjadi Rp 400 miliar. Dia menduga, angka itu sengaja digelembungkan sebagai dasar untuk dapat mengubah RKPA sehingga dapat memasukkan program-program pokir.
Menurut dia, jika dugaan penggelembungan itu benar sehingga pokir yang sebelumnya berjumlah Rp 400 miliar bengkak menjadi Rp 1,2 triliun, maka kekeliruan itu harus dikoreksi.