BANDA ACEH – Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri Dr Safrizal ZA MSi mengisi kuliah umum di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh dengan tema ‘Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Menjawab Tantangan Transisi Pemerintah Menuju Indonesia Sejahtera’.
Kuliah umum ini berlangsung di aula kampus setempat, Jum’at (11/3).
Dirjen Bina Administrasi
Kewilayahan Kemendagri Dr Safrizal ZA dalam paparannya soal transisi mengungkapkan, ada banyak cara yang bisa dilakukan agar proses transisi sebuah pemerintahan berlangsung sukses.
Beberapa pendekatan yang bisa digunakan antara lain: kepemimpinan kolaboratif, sinergi Forkopimda dan merangkul seluruh elemen masyarakat. Kepemimpinan religius, dekat dengan ulama.
Kepemimpinan responsif, matang dalam kebijakan, ‘agile’ dalam pelaksanaan, serta kepemimpinan yang melayani.
“Namun kepemimpinan transisi juga mempunyai sejumlah tantangan, seperti situasi pandemi, belum tahu kapan berakhir. Potensi bencana alam, tidak bisa diprediksi tapi bisa dimitigasi. Kontestasi politik, pemilu, pilkada serentak pertama kali dalam sejarah bangsa. Kondusifitas dan stabilitas Aceh jadi fokus utama dan iklim investasi,” jelas Dirjen Adwil Kemendagri itu.
Sejak sekarang, kepemimpinan mulai dari daerah hingga pusat, sudah harus memastikan “Langkah Seabad Indonesia Emas” agar tahun 2045 hal ini menjadi kenyataan.
Menurut Safrizal, untuk maju mau tak mau mesti ada investasi. Kalau nggak ada pabrik besar, ekonomi akan berjalan di tempat, susah.
“Untuk itu harus ada kemudahan investasi dan trust. Yang mesti diingat adalah investasi nggak akan jalan kalau infrastruktur nggak cukup,” tutur lelaki yang pernah menjadi Pj Gubernur Kalimantan Selatan ini.
Terkait Aceh, ia melihat punya peluang dan potensi. Hanya saja perlu fokus segmentasi apa yang hendak serius digarap.
Keberadaan dana otonomi khusus (Otsus) maupun UUPA, dikatakan Dirjen Adwil Kemendagri ini, sesungguhnya menjadi kekuatan Aceh. Tinggal bagaimana menjelaskannya dengan baik dan benar demi kemajuan di mata pusat.
“Kita punya peluang, tapi belum memanfaatkan dengan maksimal. Pemerintah pusat bisa adaptif dalam menerima lex spesialis Aceh, sepanjang bisa dijelaskan dengan baik,” bebernya.
Karenanya, untuk membangun Aceh harus ada kerja sama semua pihak. Bukan hanya tanggungjawab pusat maupun pemerintah daerah.
Safrizal menyatakan bahwa tidak bisa menyelesaikan semua hal dengan otsus, bila tanpa strategi. Ia meminta Aceh benar-benar fokus, apalagi tahun depan dana Otsus tinggal 1 persen lagi, walaupun sekarang ada upaya untuk meminta penambahan.
Sebelumnya, Rektor USK Prof Dr Ir Marwan IPU saat membuka kuliah umum di FISIP USK, salam sambutannya ia mengatakan, kegiatan ini menjadi medium pembelajaran bagi mahasiswa secara langsung dari ahlinya.
“Ini jadi kesempatan adik-adik mahasiswa belajar langsung dari sharing pengalaman tentang keahlian beliau, mengenai bina administrasi kewilayahan. Mungkin di teks ataupun buku, sudah sering mahasiswa baca, tapi pada praktiknya, tentu banyak hal lain yang mempengaruhi sebuah kebijakan,” ungkap Prof Marwan.
Rektor mengungkapkan, kehadiran Dr Safrizal di Kemendagri telah memberikan banyak inovasi di kementerian tersebut. Hal tersebut menjadi sejarah tersendiri bagi kiprah putra Aceh di kancah nasional. Ia berharap, perjalanan Safrizal menjadi sumber inspirasi untuk semua pihak. Terutama bekal untuk menulis tugas akhir ataupun jaringan magang di sana.
“Sekarang ini ada program Kampus Merdeka, saya berharap dapat dukungan dari Kemendagri. Semisal pelaksanaan magang di sana, dan banyak lagi,” pintanya. (IA)