Guru Besar USK Prof Husni Jalil: Yusril Abaikan MoU Helsinki, Pemerintah Pusat Khianati Komitmen Damai
Ia mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Dalam Pasal 35 ayat (3) disebutkan bahwa batas wilayah ditentukan berdasarkan titik koordinat pada peta dasar. Kemudian Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 54 ayat (2) menyebutkan bahwa perubahan batas wilayah hanya dapat dilakukan melalui undang-undang, bukan melalui keputusan menteri,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa dalam hierarki peraturan perundang-undangan, undang-undang bersifat regeling (pengaturan umum) yang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan keputusan menteri yang bersifat beschikking (keputusan individual).
“Jadi, secara hukum, keputusan Mendagri terkait peralihan wilayah keempat pulau itu bertentangan dengan UU Pemda. Ini persoalan serius yang harus dikoreksi, karena menyangkut kedaulatan hukum dan keadilan bagi masyarakat Aceh,” pungkas Prof. Husni Jalil.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Prof Yusril Ihza Mahendra, memastikan bahwa Perjanjian MoU Helsinki antara RI-GAM dan UU Nomor 24 Tahun 1956 tak dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan kepemilikan atas empat pulau yang sedang diperebutkan Aceh dan Sumatra Utara (Sumut).
“Enggak (dapat dijadikan rujukan), jalur Undang-undang 1956 juga enggak. Kami sudah pelajari hal itu,” kata Yusril, Ahad (15/6/2025).
Yusril menjelaskan, dalam UU Nomor 24 Tahun, 1956 tak disebut secara eksplisit soal status kepemilikan dari 4 pulau itu.
Dengan demikian, ia menegaskan, aturan itu tak dapat dijadikan sebagai rujukan.
“Undang-undang pembentukan Provinsi Aceh tahun 1956 itu tidak menyebutkan status 4 pulau itu ya. Bahwa Provinsi Aceh terdiri atas ini, ini, ini, iya, tapi mengenai tapak batas wilayah itu belom,” ucap dia.