HMI Minta Pemerintah Aceh Tetapkan Jum’at Sebagai Hari Libur
Lhokseumawe — Pemerintah Aceh diminta agar mengalihkan libur akhir pekan dari hari Minggu menjadi hari Jum’at sebagai akhir pekan, Sedangkan hari kerja menjadi Minggu – Kamis.
Permintaan itu disampaikan Ketua Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi (PAO) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lhokseumawe –Aceh Utara Fahrul Razi.
Menurut Fahrul, secara ideologis masyarakat Aceh yang mayoritas muslim, Hari Jumat merupakan hari yang mulia. Karena anjuran Alquran, memerintahkan untuk berkumpul melaksanakan ibadah salat Jum’at.
“Jika ditinjau secara ideologis, historis, dan juga sosio-kultural masyarakat kita, penetapan hari Jum’at dan Sabtu sebagai akhir pekan sangat tepat untuk masyarakat Aceh,” kata Fahrul Razi dalam keterangannya, Selasa (02/02/2021).
Secara sosio-kultural masyarakat Aceh yang gemar bersilaturahmi dan kenduri Hari Jumat, menjadi hari yang didambakan masyarakat Aceh untuk kenduri bulukat (kenduri ketan) yang disiapkan khusus untuk jamaah salat Jum’at.
“Ini tidak lagi diminati sebagian kalangan, khususnya para ASN dan karyawan BUMN maupun swasta. Mengingat, jam ke luar kantor berdekatan dangan waktu salat Jum’at tiba,” tulis Fahrul.
Aktivis HMI ini juga menyampaikan, jika ditinjau lebih jauh efektifitas jam kerja bagi ASN dan karyawan yang menerapkan 40 jam kerja per minggu, maka peralihan akhir pekan ke Hari Jum’at akan sangat bermanfaat, untuk mengefektifkan 8 jam selama 5 hari kerja.
Mengingat di Aceh mayoritas muslim dan hari Jum’at kehilangan 2 jam kerja setiap pekannya. Ini sungguh berdampak tidak baik, bagi citra Islam dalam dunia kerja.
“Jika ditinjau dari sudut pandang fadhilah beribadah, pada malam dan hari Jum’at dengan keutamaan yang sangat besar. Apalagi yang melaksanakan bangun malam untuk melaksanakan tahajud,” sebutnya.
Namun, timbul kekhawatiran bagi segenap pegawai dan karyawan karena pada paginya harus melanjutkan kerja.
Tapi jika akhir pekan dialihkan, akan menghilangkan kekhawatiran mengantuk saat jam kerja, sebab bisa istirahat setelah salat dhuha.
Hal yang sama juga terjadi pada pelajar dan mahasiswa, karena capek pulang sekolah mencoba istirahat sebentar, tapi ketinggalan waktu Jum’at. Ini juga terjadi pada mahasiswa yang masuk pukul 15.00 WIB, hari Jum’at, mereka buru-buru ke luar masjid untuk pergi ke kampus.
Menurut Fahrul, hari Jum’at sendiri secara etimologi dapat diartikan berkumpul.
Maka, selayaknya di Aceh sembari berkumpul untuk melaksanakan salat Jum’at (khusus bagi laki-laki) dan juga jadi hari berkumpul untuk keluarga.
Secara teknis, peralihan akhir pekan ke hari Jum’at, Pemerintah Aceh dapat belajar ke dayah ataupun pesantren yang jauh – jauh hari telah menetapkan sebagai hari libur di setiap pekannya.
Untuk itu, HMI meminta kepada Pemerintah Aceh, untuk segera mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk dasar aturan penetapan Jum’at sebagai hari libur.
Sembari menunggu Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melahirkan qanun hari Jum’at sebagai hari akhir pekan di Aceh.
“Untuk itu, kita berharap semua pihak untuk sama-sama meminta Pemerintah Aceh untuk menggantikan hari minggu sebagai hari libur menjadi hari Jum’at,” pungkasnya. (IA)