Banda Aceh — Konflik lahan dan tapal batas dua kampus jantung hati rakyat Aceh yakni antara Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry di Darussalam, Banda Aceh yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, sampai saat ini belum ada titik temu.
Di satu pihak kampus UIN Ar-Raniry lebih banyak berdiam diri dan mengalah, sementara satu pihak lagi, Unsyiah terlihat semakin maju memasuki lahan yang selama ini berada kampus UIN.
Puncaknya adalah, pihak Unsyiah melakukan penutupan ruas jalan yang ada di kawasan kampus UIN yakni dibuat pagar yang dibeton dengan semen yang melintang di pesimpangan badan jalan kawasan Tugu Darussalam.
Akibatnya, lalu lintas mahasiswa UIN dan masyarakat setempat menjadi terhambat dengan pagar beton yang dibangun atas instruksi pihak rektorat Unsyiah, sehingga pengguna jalan tidak bisa lewat lagi dan harus memutar balik mencari jalan lain.
Menyikapi penutupan jalan tersebut, pimpinan UIN Ar-Raniry mengecam keras arogansi pimpinan Unsyiah yang menutup akses jalan kampus sebagai fasilitas umum milik publik dengan alasan itu batas kampus Unsyiah, yang kini tidak bisa dilalui lagi oleh masyarakat dan mahasiswa UIN.
Pernyataan tegas tersebut disampaikan Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kelembagaan UIN Ar-Raniry, Drs H Gunawan Adnan Ph.D dalam konferensi pers terkait sikap UIN di di Biro Rektorat UIN Ar-Raniry, Selasa (11/8).
“Kita mengecam keras penutupan jalan kampus yang merupakan fasilitas umum milik publik tersebut sebagai suatu tindakan yang arogan, tidak bermoral, yang seharusnya tidak dilakukan oleh kalangan terdidik dari kampus Unsyiah,” ujar Gunawan Adnan.
Konferensi pers itu juga diikuti Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry, Dr Saifullah Idris, Kepala Biro AUPK, Drs H Ibnu Sa’dan M.Pd, Karo AAKK, Drs Junaidi Rasda, dan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum sekaligus Ketua Tim Penyelesaian Aset UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Dr Muhammad Siddiq Armia MH PhD serta Juru Bicara Tim Penyelesaian Aset UIN Ar-Raniry, Zainuddin T, M.Si
Gunawan menambahkan, seharusnya sebagai sebuah institusi yang mendidik putra-putri di Aceh, tidak menempuh cara-cara premanisme seperti itu, tapi menerapkan pola secara musyawarah dan mengedepankan asas logika, hukum sehingga menjadi contoh bagi masyarakat umum.
“Kita sangat menyayangkan dengan pola yang diterapkan saat ini dan kami menilai ada krisis moral di kalangan orang-orang terdidik,” tegasnya.
Menurut Gunawan, penutupan jalan umum dan membuat batas melintang di tengah jalan itu sangat tidak berbudaya. “Jalan umum ditutup dan dibangun tembok. Jika terjadi hal-hal darurat dengan masyarakat dengan penutupan jalan tersebut, ini bisa menjadi kasus kemanusiaan,” sebutnya.
Gunawan menyatakan Kopelma Darussalam merupakan milik tiga perguruan tinggi yakni Unsyiah, UIN Ar-Raniry dan Teungku Chik Pante Kulu, bukan milik salah satu perguruan tinggi saja.
“Perlu kami jelaskan bahwa Kopelma merupakan sumbangan masyarakat Aceh yang diberikan untuk tiga kampus untuk mendidik generasi Aceh,” jelasnya.
Selain menutup jalan kampus, pihak Unsyiah juga meminta gedung asrama putri UIN dibongkar karena diklaim berada di atas tanah Unsyiah, begitu juga dengan asrama putra. Pihak UIN juga keberatan atas pemintaan pembongkaran rumah dosen yang sudah berdiri sejak tahun 1986.
Gunawan menjelaskan persoalan aset antara kedua universitas tersebut saat ini belum titik temu dan saat ini masih dalam tahapan moratorium sehingga kedua belah pihak untuk sementara tidak membangun.
Pihak UIN Ar-Raniry telah beraudiensi dengan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan juga Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud terkait persoalan kepemilikan lahan dan aset di Kopelma Darussalam.
“Kami sudah menyampaikan ini kepada Plt Gubernur pada 5 Agustus 2020. Termasuk kita ceritakan asal usul tanah dan proses penyelesaian dengan pihak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara,” kata Juru Bicara Tim Penyelesaian Aset UIN Ar-Raniry, Zainuddin T M.Si
Zainuddin menyatakan, Plt. Gubernur Nova sudah menyampaikan akan membentuk tim independen untuk menyelesaikan lahan Unsyiah dan UIN. Plt. Gubernur juga meminta kedua belah pihak menahan diri terlebih dahulu atas segala bentuk pembangunan, sebelum adanya titik terang.
“Kita juga sudah melakukan pertemuan dengan Wali Nanggroe juga. Kami berharap bagaimana proses ini terselesaikan dengan baik. Karena itu kita minta Gubernur untuk memfasilitasi pertemuan pihak UIN, Unsyiah dan Pante Kulu untuk menyelesaikan masalah ini,” sebutnya.
Zainuddin mengatakan, seharusnya selaku institusi pendidikan yang di dalamnya orang-orang yang terdidik harus menjadi teladan bagi masyarakat.
Selain itu, ia juga menyampaikan saat ini UIN Ar-Raniry tidak sedang mengklaim siapa yang paling benar. Namun, ingin menyampaikan sesuatu yang dikerjakan oleh lembaga pendidikan agar lebih bijak cara menyelesaikan masalah.
“Kami ingin menyampaikan tidak mengklaim siapa paling benar, namun kami ingin menyampaikan sesuatu yang dikerjakan bagi kita yang berpendidikan ini agar lebih baik. Kita harus jadi contoh teladan bagi masyarakat karena kita orang terdidik,” pungkas Zainuddin. (IA)