Perwakilan tim YARA menyampaikan aspirasinya ke DPRA, Selasa (20/10) mengenakan pakaian berlumpur dan membawa sejumlah poster bertuliskan “Jangan sampai Blok B seperti Lumpur Lapindo!”
Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) diminta segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Migas untuk mengawal keinginan Pemerintah Aceh dalam alih kelola Migas Blok B agar tetap mengacu pada PP Nomor 23 Tahun 2015, dan menolak keterlibatan swasta.
Selain itu, DPRA juga diminta menyelidiki pengelolaan Blok Pase yang melibatkan anak usaha PDPA, yang sekarang menjadi PT PEMA, untuk mengetahui apa saja hasil yang diperoleh Pemerintah Aceh sampai saat ini.
Permintaan itu disampaikan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) dalam surat laporan masyarakat kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Selasa (20/10).
Surat itu diterima Ketua Komisi III DPRA, Khairil Syahrial (Partai Gerindra), didampingi Anggota Komisi III Mukhtar Daud (Partai Nanggroe Aceh), dan H. Khalili (Partai Aceh), dalam pertemuan dengan perwakilan YARA di Ruang Komisi IIII DPRA.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua YARA, Safaruddin, itu dijelaskan, lapangan Migas Blok B di Aceh Utara saat ini dikelola PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Pada tahun 2019, Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menyampaikan keinginan kepada Menteri ESDM agar Blok B tersebut dikelola Pemerintah Aceh melalui BUMD, PT Pembangunan Aceh (PEMA).
Atas permintaan tersebut, Menteri ESDM memberikan penawaran khusus kepada PEMA walaupun Blok B tersebut dilelang secara terbuka oleh Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
“Dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, disebutkan bahwa “Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh kontraktor sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) dapat ditawarkan terlebih dahulu ke BUMD sebelum dinyatakan menjadi Wilayah Kerja terbuka dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan BUMD, sepanjang saham 100 persen dimiliki oleh Pemerintah Aceh”.
YARA menyebutkan PT PEMA telah membentuk PT Pema Global Energy yang merupakan anak usaha patungan antara PEMA dengan PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL), tidak melibatkan BUMD Aceh Utara sebagai daerah tempat Blok B tersebut. Menurut YARA, hal ini dapat menimbulkan konflik antara Aceh Utara dengan Pemerintah Aceh.
Dalam laporan itu, YARA juga meminta DPRA menampung aspirasi dari Kebupaten Aceh Utara untuk mendapatkan saham minimal 30 persen pada perusahaan pengelola Blok B. Selain itu, manampung aspirasi seluruh kabupaten/kota di Aceh yang meminta dilibatkan dengan saham 1 persen seperti diberikan kepada PT Pembangunan Lhokseumawe.
Perwakilan tim YARA yang mendatangi DPRA turut mengenakan pakaian berlumpur dan membawa sejumlah poster bertuliskan “Jangan sampai Blok B seperti Lumpur Lapindo! #Saveacehutara”.
Ketua YARA, Safaruddin, usai pertemuan dengan Komisi III mengatakan pihaknya meminta DPRA membentuk Pansus Migas agar jangan sampai alih kelola Blok B dari Pertamina kepada Pemerintah Aceh nantinya menimbulkan bencana.
“Seperti di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, sehingga keluar lumpur dan itu merugikan masyarakat,” terangnya.
Pihaknya juga menolak Pemerintah Aceh melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan ini. Karena dari unformasi yang diterima, untuk pendanaan sudah ada pihak ketiga.
“Maka kita minta DPRA mengawasi supaya proses ini tidak boleh melibatkan pihak swasta. Karena menurut PP 23 Tahun 2015, alih kelola ini harus dilakukan 100 persen oleh BUMD,” ungkap Safaruddin.
Sementara itu, kata Safaruddin, Blok Pase di perbatasan Aceh Utara dan Aceh Timur, dikelola Triangle Pase bekerja sama dengan anak usaha PDPA (sekarang PEMA).
“Kita minta DPRA membentuk Pansus untuk menyelidiki bagaimana alih kelola Blok Pase itu, dan apa yang didapatkan Pemerintah Aceh,” tegasnya.
Ketua Komisi III DPRA, Khairil Syahrial, mengatakan pihaknya sebagai wakil rakyat Aceh berterima kasih kepada YARA yang melaporkan persoalan alih kelola Migas Blok B. Menurutnya, Komisi III yang membidangi Keuangan, Kekayaan Alam dan Investasi akan memproses laporan tersebut bersama anggota dewan lainnya.
Khairil Syahrial menyebut pengawasan YARA untuk mempertahankan kepentingan dan kekhususan Aceh, patut diapresiasi.
“Ini kami rasa adalah bentuk kepedulian YARA terhadap kekhususan dan juga sumber daya alam Aceh,” katanya.
Khairil Syahrial menambahkan, pihaknya akan membawa persoalan ini kepada Badan Musyawarah (Banmus) untuk dijadwalkan pembentukan pansus dalam paripurna
“Nanti persoalan ini akan kita bawa ke Banmus di dewan, nanti kita sampaikan bahwa persoalan blok migas yang seperti disampikan YARA, dan kami akan mempelajari dulu dan akan disampaikan kepada pimpinan, karena untuk membuat pansus kan harus ada keputusan dalam paripurna,” pungkas Politisi Partai Gerindra ini. (IA)