Infoaceh.net. BANDA ACEH – Pemerintah Kota Banda Aceh mengalami permasalah defisit anggaran menjelang pelantikan Wali Kota dan Wali Kota terpilih periode 2025-2030.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kota (BPKK) Banda Aceh Alriandi Adiwinata mengungkapkan, menutup tahun anggaran 2024, Banda Aceh kembali mengalami defisit anggaran Rp 39,8 miliar
“Proyeksinya sebesar Rp 39,8 miliar, bukan Rp 100 miliar lebih,” ujar Alriandi Adiwinata, Senin (10/2) meluruskan pemberitaan di media massa terkait jumlah utang Pemko Banda Aceh yang disebut mencapai Rp 100 miliar.
“Jadi jumlah utang kita yang sebenarnya adalah Rp 39,8 miliar yang bersumber dari Surat Perintah Membayar (SPM) yang tidak dapat direalisasikan sampai dengan 31 Desember 2024,” terangnya lagi.
Menurut Riri -sapaan akrab Alriandi, angka tersebut merupakan utang kepada pihak ketiga dan Belanja Transfer Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa atau Alokasi Dana Gampong (ADG).
Meski begitu, nominalnya belum final, sebab proyeksi utang dimaksud masih dilakukan proses reviu oleh Inspektorat Banda Aceh.
“Setelahnya baru dapat kita ketahui nilai konkret besaran utang tahun anggaran 2024,” sebutnya.
Masih menurut Riri, tidak terealisasinya SPM sampai dengan akhir tahun lalu disebabkan oleh tiga faktor utama.
Pertama, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak terealisasi sesuai dengan target.
“Realisasi komponen PAD kurang 10 persen dari target sehingga menyebabkan tidak terealisasi PAD lebih kurang Rp 16 miliar. Lalu Pendapatan Transfer minus 2,64 persen dari yang ditargetkan sehingga menyebabkan tidak terealisasi pendapatan transfer sekira Rp 27 miliar,” sebutnya.
Kedua, tidak sesuainya penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dari Pemerintah Pusat yang diterima oleh Pemko Banda Aceh 2023 dan 2024 sebesar Rp49 miliar.
“Sementara alokasi yang dibutuhkan untuk PPPK formasi 2019-2023 sejumlah 1.104 orang sekitar Rp 69 miliar yang mengakibatkan menjadi beban APBD 2024 lebih kurang Rp 20 miliar,” sebut Riri.
“Di sisi lain yang juga menjadi faktor ketiga, kita mesti tetap merealisasikan belanja yang bersumber dari PAD dan dana transfer yang tidak tercapai itu untuk sejumlah belanja prioritas di 2024 lalu,” sebutnya lagi.
Selain kondisi utang sebagaimana dijelaskan Alriandi, Pemko Banda Aceh juga diproyeksikan mengalami permasalahan keuangan pada tahun anggaran 2025.
“Sebabnya antara lain, kekurangan alokasi belanja gaji dan tunjangan PNS dan PPPK formasi 2019-2023 sejumlah satu bulan Rp 25 miliar, dan belum mengalokasikan belanja gaji dan tunjangan PPPK formasi pengangkatan 2024 sejumlah 1.222 orang dengan estimasi senilai Rp 61 miliar,” terangnya.
Dari gambaran permasalahan tersebut, Pemko Banda Aceh mempunyai kewajiban menyelesaikan permasalahan utang 2024 senilai Rp 39,8 miliar dan proyeksi utang 2025 dengan kisaran Rp 86 miliar.
Riri turut menyampaikan kondisi keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Meuraxa dalam periode tahun anggaran yang sama.
“Per 31 Desember 2024, RSUD Meuraxa juga memiliki utang sebesar Rp 49 miliar,” katanya.
Adapun utang RSUD Meuraxa disebabkan belum diselesaikannya pembayaran Insentif Jasa layanan lebih kurang Rp19 miliar, Belanja Obat/Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Rp22 miliar, dan Belanja Operasional rumah sakit sekira Rp8 miliar,” ujarnya.
Menyikapi kondisi tersebut, Pj Sekdako Banda Aceh Bachtiar mengatakan pihaknya berkomitmen penuh untuk menyelesaikan pembayaran utang Pemko Banda Aceh dan RSUD Meuraxa dengan langkah-langkah kongkrit.
“Sesuai instruksi Bapak Pj Wali Kota Almuniza Kamal, saat ini bersama stakeholder terkait kita sedang mematangkan roadmap penyelesaian utang secara komprehensif,” ujarnya.
Pihaknya secara intens berkoordinasi dengan kepala daerah terpilih mengenai penyusunan roadmap penyelesaian utang dimaksud.
“Roadmap yang akan disepakati bersama nantinya, memuat timeline, sumber dana, hingga tahapan pembayaran yang jelas.”
Khusus RSUD Meuraxa, Pj wali kota, sebut Bachtiar, juga telah menginstruksikan jajaran direksi rumah sakit milik Pemko Banda Aceh tersebut untuk menyusun strategi penyelesaian utang dengan tetap memprioritaskan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurut Bachtiar, kondisi keuangan Pemko Banda Aceh terkini perlu disampaikan secara utuh sebagai bentuk pertangungjawaban kepada publik.
“Untuk kemudian secara bersama-sama segenap stakeholder, kita upayakan solusi terbaik. Insyaallah kita bisa melewati masa sulit ini.”
Transparansi keuangan ini juga wujud komitmen menyukseskan masa transisi pemerintahan sebelum kepala daerah definitif dilantik.
“Bukan hanya soal keuangan, tapi juga terkait pemerintahan dan pelayanan publik kita terus melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan wali kota/wakil wali kota terpilih.”
“Intinya kita siap bersama seluruh OPD mengantarkan Ibu Illiza dan Pak Afdhal selaku Wali Kota/Wakil Wali Kota Banda Aceh terpilih. Kami pun yakin keduanya akan mengambil kebijakan berikut langkah strategis untuk membawa kota ini ke arah yang lebih baik sesuai visi pemerintahan yang baru,” ujarnya.
Mengutip pernyataan Pj Wali Kota Almuniza pada beberapa kesempatan, Bachtiar bertekad memastikan proses peralihan kepemimpinan kota dalam waktu dekat ini akan berjalan dengan baik dan lancar.
“Tujuan besar kita adalah kemaslahatan bersama: masyarakat dan kota kita tercinta,” ujarnya.