HARI AHAD, 19 tahun silam, 26 Desember 2004 musibah dahsyat gempa dan tsunami menghantam Aceh. Kala itu, lebih 200 ribu lebih masyarakat Aceh menjadi korban.
Kapal PLTD Apung menjadi salah satu bukti betapa dahsyatnya gelombang tsunami yang menyeret kapal seberat 2.600 ton dari laut ke darat, sejauh 5 kilometer.
Kapal dengan panjang 63 meter ini, didatangkan ke Aceh pada tahun 2004 untuk memenuhi kebutuhan listrik di Aceh.
Salah satu saksi hidup yang kini telah menjadi pegawai PLN UP3 Langsa, Deri menuturkan bahwa kapal PLTD Apung itu sebelumnya berlabuh di berbagai daerah di Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan listrik. Sebelum ke Aceh, mereka bertugas di Kalimantan.
“Kami ada 13 orang, 9 orang berasal dari Kalimantan, termasuk saya,” ujarnya, Selasa (26/12/2023).
Pada hari Ahad, 26 Desember 2004, Deri bersama 6 orang rekan sedang melaksanakan piket.
”Pagi itu kami sedang piket, memang sehari-hari kami tinggal di kapal tersebut,” ujarnya.
Ketika gempa dan tsunami datang, Deri bersama yang piket di Kapal PLTD Apung kemudian bergegas keluar dan turun ke daratan. Tiba-tiba dari arah laut suara gemuruh disertai gelombang tinggi menggulung.
Mereka terhempas air bah. Deri terseret arus ke laut. Saat gelombang kedua, Deri didorong ke daratan dan kembali ditarik ke laut ketika air surut.
Ketika itulah, Deri mengambil sebuah pelampung yang terhempas dari kapal cepat di pelabuhan. Pelampung itu digenggamnya di antara puing-puing sampah yang diseret tsunami.
“Saat memegang pelampung, saya lalu dihantam gelombang tsunami ketiga, dan terseret sampai ke daerah Surin,” ujar Deri.
Dari daerah Surin, Deri melihat corong Kapal PLTD Apung. “Saat itu kondisi saya mengalami luka parah. Seluruh badan terluka akibat terkena goresan seng dan puing-puing tsunami,” uajr Deri.
Dalam kondisi seperti itu, Deri berjalan tertatih-tatih menuju ke arah cerobong kapal yang ternyata telah terdampar di daerah Punge, kurang lebih 5 Km dari lokasi awal di Pantai Ulee Lheue.
Saat ini PLTD Apung telah menjadi salah satu icon wisata di kota Banda Aceh.
General Manager PLN UID Aceh Parulian Noviandri mengatakan, PLN telah menghibahkan kapal tersebut kepada Pemko Banda Aceh.
“Tahun 2010 PLN telah menghibahkan kapal tersebut untuk Pemko Banda Aceh sedangkan mesinnya telah kita relokasi ke tempat lain,” ujarnya.
Parulian juga berharap agar PLTD Apung tidak hanya menjadi simbol hebatnya gelombang tsunami namun menjadi edukasi sehingga kita bisa bangkit lebih kuat dan bangun budaya sadar bencana.
“Ini juga bertujuan agar generasi selanjutnya dapat menyaksikan efek dahsyat yang ditimbulkan oleh kejadian tersebut dan pengingat sejarah bencana yang pernah terjadi,” pungkasnya. (IA)