Foto: Anggota DPR Aceh, Teuku Irwan Djohan
Banda Aceh — Pemerintah Aceh diminta segera mengambil langkah konkrit dalam pencegahan penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) agar tidak semakin meluas. Diantaranya, karantina terhadap semua yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) harus dilakukan terpusat di fasilitas militer.
Langkah tersebut dinilai penting, disamping memastikan kelengkapan peralatan pendukung rumah sakit dan tenaga medis, serta pentingnya bantuan sosial kepada masyarakat kecil terdampak bencana Covid-19.
“Pemerintah Aceh harus memberlakukan karantina terpusat terhadap semua yang sudah berstatus ODP selama 14 hari. Setiap yang sudah berstatus ODP tidak dibolehkan melakukan karantina mandiri, tapi harus dikarantina terpusat bersama dengan semua keluarganya, agar tidak bertemu dengan orang lain,” ujar Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Teuku Irwan Djohan, Minggu (29/3).
Menurutnya, karantina terpusat dilakukan di fasilitas militer milik TNI karena memiliki jumlah kamar tidur memadai, sarana olahraga, dan ruang terbuka, seperti misalnya di Resimen Induk Kodam (Rindam) Iskandar Muda Mata Ie. Atau di fasilitas milik Polri seperti SPN Seulawah. Fasilitas karantina terpusat dijaga 24 jam oleh aparat TNI, Polri dan tenaga medis.
Pemerintah Aceh harus bekerja sama dengan Kodam Iskandar Muda dan Polda Aceh, untuk dapat menggunakan fasilitas milik TNI/Polri sebagai pusat karantina.
Masing-masing ODP menempati kamar tidur sendiri. Kecuali bagi bayi atau anak-anak yang dibolehkan bersama dengan orangtuanya.
Semua kebutuhan harian para ODP yang sedang menjalani masa karantina ditanggung oleh Pemerintah Aceh, seperti makanan, obat-obatan dan lainnya.
Selama masa karantina, ODP tidak dibolehkan bertemu dengan siapapun, kecuali aparat keamanan dan tenaga medis.
“Yang harus dikarantina terpusat di satu lokasi adalah semua yang berstatus ODP dari 23 kabupaten / kota di Aceh. Karantina terpusat harus diterapkan pada siapa saja tanpa pandang bulu. Siapapun dia, apakah pejabat pemerintah, anggota dewan, masyarakat umum, semuanya harus menjalani karantina terpusat,” tegas politisi Partai Nasdem ini.
Selain itu, lanjut Irwan Djohan, langkah yang perlu dilakukan, tutup semua bandara, pelabuhan dan terminal yang menjadi pintu masuk orang ke Aceh.
Tidak dibolehkan lagi bagi siapapun masuk ke Aceh. Pengecualian masuk ke Aceh melalui jalur resmi hanya diberikan kepada pihak yang terlibat dalam upaya penanganan Covid-19 seperti tenaga medis, aparat keamanan, dan pemasok bahan makanan pokok yang sudah memperoleh izin khusus.
Jika masih ada orang yang masuk ke Aceh melalui jalur tidak resmi, baik warga Aceh atau non Aceh, harus langsung diamankan dan ditetapkan sebagai ODP. Kemudian diwajibkan menjalani karantina terpusat minimal 14 hari.
Bagi ODP yang menolak dikarantina, harus dijemput paksa oleh aparat keamanan dan tenaga medis, lalu dibawa ke pusat karantina. Setiap ODP wajib dites Covid-19, dan baru dibolehkan pulang dari lokasi karantina setelah 14 hari dan dipastikan negatif.
Menurut Irwan Djohan, cara karantina terpusat ini lebih efektif dalam mengurangi kemungkinan penularan virus Corona, daripada karantina mandiri. Karena kalau hanya karantina mandiri, tidak ada yang bisa menjamin orang yang berstatus ODP tidak keluar rumah dan bertemu dengan orang lain.
Selain lebih efektif untuk mencegah penularan, cara ini juga dinilai lebih menjamin keakuratan dan kemudahan pendataan dan pengawasan terhadap para ODP, daripada para ODP tersebar di 23 kabupaten/kota.
Irwan Djohan menilai, untuk anggaran karantina terpusat ini tidak terlalu besar, dan anggaran Pemerintah Aceh cukup untuk itu. (TA)