Kerap Berdoa dari Pematang Sawah Kala Menatap Pesawat, Kini Nek Munirah Tiba di Tanah Suci
Sejak itu, Munirah menabung dari hasil panen. Setelah kebutuhan pokok, zakat, dan biaya anak-anak terpenuhi, sisa uang ditabung. Kadang satu juta, kadang dua juta rupiah per panen, tergantung hasil. Tabungannya juga diubah ke bentuk emas dan sapi.
Pada 2012, ia resmi mendaftar haji berkat bantuan anak bungsunya, Almuzanni. Namun, keberangkatannya tertunda karena pengurangan kuota haji saat renovasi Masjidil Haram, serta pandemi Covid-19 yang melanda setelahnya.
Akhirnya, pada tahun 2025, kabar bahagia datang. Namanya masuk daftar calon jamaah haji.
“Alhamdulillah, tahun ini saya mendapat panggilan setelah lama menunggu,” kata Munira, menahan haru.
Didampingi Anak dan Bertemu Keluarga di Tanah Suci Munirah tak sendiri. Anak sulungnya, Syahrial Fardi, juga mendapat kesempatan mendampingi ibunya berkat regulasi pendampingan lansia dari Kementerian Agama. Bahkan, adik kandung dan keponakannya juga dijadwalkan berhaji tahun ini.
Seluruh biaya keberangkatan Munirah berasal dari hasil menabung selama hampir dua dekade. Tak ada sponsor, tak ada pinjaman. Hanya hasil panen dan ketekunan.
Kisah Munirah menjadi inspirasi tentang harapan, kesabaran, dan kekuatan doa seorang ibu.
“Semoga Ibu Munira dan seluruh tamu Allah meraih haji mabrur,” harap Azhari, yang juga menjabat sebagai Kakanwil Kemenag Aceh.