BANDA ACEH – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRA) Saiful Bahri mengatakan, 15 Agustus merupakan hari paling bersejarah bagi rakyat Aceh khususnya, masyarakat Indonesia pada umumnya, serta masyarakat dunia secara luas.
Pada saat itu, di sebuah meja perundingan yang berada di Helsinki, sebuah kota kecil ibu kota Negara Finlandia, Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menemukan titik temu.
Kedua belah pihak menandatangani sebuah naskah kesepakatan/kesepahaman bersama yang kemudian dinamai dengan Memorandum of Understanding (MoU).
“Di Aceh, peristiwa dan naskah itu dikenal dengan MoU Helsinki,” kata Saiful Bahri, yang akrab disapa Pon Yaya, Senin (15/8).
Pon Yaya mengatakan, sejak ditandatanganinya MoU Helsinki tersebut, mimpi GAM untuk merdeka atau Aceh memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pun tertunda.
“Pada hari perdamaian ini, kita mengajak semua kawan-kawan GAM, baik mantan Tentara Negara Aceh (TNA, kombatan GAM) maupun sipil GAM untuk sama-sama merenungkan kembali yang bahwa kita sekarang ini berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada 15 Agustus 2005 dulu, pimpinan GAM sudah menyepakati bahwa kita akan berjuang dalam konteks perdamaian untuk membangun Aceh yang sudah terpuruk di segala bidang,” kata Pon Yahya.
Ketua DPRA mengharapkan kepada semua pihak, juga termasuk kepada para aparat penegak hukum yang ada di Aceh supaya betul-betul menghargai bahwa hari ini adalah hari ulang tahun perdamaian Aceh (MoU Helsinki).
“Hari ulang tahun MoU Helsinki ini adalah hari kemenangan kita bersama. Untuk itu, bila ada masyarakat Aceh yang merayakannya sesuai dengan keinginan mereka pada hari perdamaian ini, kalau bisa, jangan sampai ada tindakan kekerasan. Biarlah hari 15 Agustus menjadi hari kemenangan kita bersama,” kata Pon Yahya.
Pon Yaya menyarankan kepada pihak keamanan supaya melakukan tindakan pendekatan kekeluargaan kepada masyarakat Aceh supaya pada hari perdamaian tidak ada yang jadi korban kekerasan.
“Kini usia perdamaian Aceh sudah 17 tahun ini, sebagai Ketua DPR Aceh, kami berharap kepada pemerintah Indonesia agar poin-poin nota kesepahaman yang sudah disepakati di dalam perundingan pada 15 Agustus 2005 lalu, mohon kiranya kita memperhatikan ini dengan lebih serius dan mari kita bergandeng tangan. Jalan berdampingan dalam membangun Aceh untuk hari esok yang lebih baik,” pungkasnya. (IA)