Banda Aceh — Kalangan ustadz dan penceramah di Aceh yang sering mengisi pengajian, saat ini mengaku resah dengan adanya cap wahabi/salafi yang bisa dilabelkan siapa saja setiap saat, dan kajian keagamaannya pun terancam bisa dihentikan bahkan dibubarkan.
Hal ini seperti yang terjadi pada pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) yang gagal terlaksana pada Selasa malam (17/03/2020) lalu, karena dihentikan oleh sekelompok massa yang mengaku penegak Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja), setelah sebelumnya dikeluarkan ancaman akan dibubarkan.
Pasalnya, menurut penegak Aswaja, pemateri yang akan mengisi pengajian tersebut yakni Ustadz Muhammad Hatta Selian, Lc M.Ag (Pimpinan Dayah Ar-Rabwah, Indrapuri, Aceh Besar) yang juga Ketua Ormas Islam Wahdah Islamiyah Aceh, mereka nilai ustadz tersebut adalah wahabi, dan tidak sesuai dengan Surat Edaran Plt. Gubernur Aceh Nomor 450/21770 tentang larangan mengadakan pengajian selain iktikad ahlussunnah waljamaah yang bersumber dari hukum mazhab Syafi’iyah.
Karenanya, pihak Mejelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh diminta agar dapat segera mengeluarkan kriteria wahabi dan daftar nama-nama ustadz yang beraliran wahabi, untuk adanya kepastian dan ketenangan bagi para ustaz dan teungku di Aceh, dalam memberikan pengajian.
Di pihak masyarakat atau komunitas yang menggelar pengajian, juga tidak salah dalam mengundang seseorang ustadz yang direkomendasikan oleh MPU, sehinggga ancaman penghentian pengajian tidak akan terjadi lagi.
Sementara pihak MPU sendiri menyatakan, memang ada ustadz yang termasuk dalam list tidak direkomendasikan oleh MPU Aceh seperti halnya Ustadz Muhammad Hatta Selian, dimana saat ini rekomendasi tersebut masih berada di tangan tenaga ahli MPU untuk dikaji. Hal ini sebagaimana pengakuan Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali.
Terkait hal itu, Ketua Dewan Dakwah Aceh (DDA) Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA mendesak agar MPU Aceh tidak lagi membiarkan hal ini terjadi, dan segera menuntaskan daftar nama-nama ustadz yang dilarang isi pengajian karena wahabi.
“List daftar nama-nama ustadz itu harus konkrit apa yang dimaksud dengan wahabi, siapa wahabi itu, bagaimana keburukan dan kebusukan wahabi. Itu semua harus dijelaskan secara terbuka oleh MPU kepada masyarakat,” ujar Hasanuddin Yusuf Adan, Sabtu (21/3).
Menurut Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry ini, semua pihak jangan gampang-gampang saja menyebutkan dan menuduh seseorang ustadz itu wahabi. Tapi harus dapat dibuktikan dia itu benar wahabi.
“Seperti Ustadz Muhammad Hatta itu dituduh wahabi misalnya karena dia ada berteman dengan orang yahudi, harus konkrit, jangan sebut saja wahabi, tapi bukti tidak ada. Begitu juga ketika dibilang seseorang itu wahabi, apakah ada dalil atau nash bahwa wahabi itu salah dan masuk neraka. Kalo tidak ada, maka segera hentikan isu wahabi,” tegasnya.
Disebutkannya, tugas MPU adalah untuk mengayomi umat, untuk merapatkan ukhuwah umat, dan tidak membiarkan umat tercerai berai dengan isu wahabi. Karenanya, isu wahabi itu harus dituntaskan oleh MPU. Kalau MPU tidak juga menuntaskan isu wahabi, ini berarti punca masalah kekacauan dan perpecahan umat di Aceh adalah MPU itu sendiri.
“MPU harus menjadi orang tua masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh inilah sebagai anak dari MPU. Maka orang tua harus sayang kepada semua anak dan rakyat. Jangan ada pemilahan. MPU sebagai ulama adalah rujukan masyarakat, MPU jangan membuka celah terpecah belah masyarakat Islam di Aceh.
Kasus demi kasus, mulai perebutan masjid, pelarangan pengajian dan sebagainya sudah saatnya sekarang dihentikan. Sebab kalau tidak, suatu saat nanti akan ada kekuatan lain yang melawan tingkah laku abnormal ini. Kalo ini terjadi, maka perang saudara sesama Islam di Aceh tidak bisa dihindari, akan saling binasa membinasakan, hancur mengancurkan, ancam mengancam, dan musuh memusuhi,” ungkapnya.
Untuk itu, kalau ada masyarakat Aceh yang menurut MPU sesat atau dituduh wahabi, maka tugas MPU membina mereka, bukan membinasakan.
Sementara Ketua Wahdah Islamiyah Aceh, Ustadz Muhammad Hatta Selian juga mengharapkan adanya suatu kriteria yang jelas apa itu wahabi yang saat ini menjadi momok menakutkan bagi sebagian tokoh agama di Aceh.
“Yang paling penting menurut saya, penjelasan yang dimaksud wahabi itu apa. Siapa yang masuk kriteria sebagai wahabi, dan wahabi itu kekeliruannya apa saja. Sehingga kriterianya jelas,” harapnya.
Menyangkut nama-nama ustadz yang dimasukkan dalam kriteria wahabi, Ustadz Hatta menyerahkan sepenuhnya kepada orang tua di MPU. Kalo dinilai itu urgen, ya harus diumumkan nama nama-nya agar jelas. Tidak hanya berdasarkan pantauan, track record dan informasi sepihak, apalagi karena alasan suka atau tidak suka (like and dislike).
Ia menyebutkan, selama ini, secara pemerintahan hubungan ormas Wahdah Islamiyah dengan Pemerintah Aceh bagus, dan tidak ada masalah, bahkan setiap ada kegiatan Wahdah mengundang dari pihak pemerintah untuk membuka acara, misalkan seperti Mukerwil baru-baru ini, ada sambutan dari Plt. Gubernur Aceh yang diwakili Staf Ahli Gubernur, Darmansyah.
Menyangkut dengan Surat Edaran Plt. Gubernur Aceh Nomor 450/21770 tentang larangan mengadakan pengajian selain iktikad ahlussunnah waljamaah yang bersumber dari hukum mazhab Syafi’iyah, Ustadz Hatta tidak mempermasalahkannya.
“Saya kira bagus, nggak ada masalah itu. Ahlussunnah Waljamaah yang dimaksud bagaimana, penting juga. Apa yang dimaksud Ahlussunnah itu. Tapi juga ada ketentuan untuk menghargai mazhab yang lain,” terangnya.
Ustadz Hatta mengaku, ia sekarang malah konsen membahas fiqih mazhab Syafi’i di beberapa masjid di Banda Aceh. “Saya fokus membahas fiqih mazhab Syafi’i ini. Bagus kali saya kira kalau mazhab Syafi’i ini. Saya malah merekomendasikan, tapi mazhab syafi’i yang benar ya, yang bersumber dari kitab-kitab aslinya,” pungkasnya.
Sementara Pimpinan Majelis Zikir Arafah, Ustadz Zul Arafah juga sangat mendukung agar MPU Aceh segera mengeluarkan daftar nama-nama ustadz/tgk yang direkomendasikan oleh MPU untuk mengisi pengajian atau ceramah agama di tengah masyarakat.
“Kalau dengan kondisi begini, kita berharap sebaiknya MPU Aceh perlu segera mengeluarkan list nama ustadz yang direkomendasi dan yang tidak direkomendasikan seperti “ustaz wahabi” atau “daftar hitam penceramah di Aceh”, dengan ciri-ciri lengkap yang disebut wahabi.
Agar kita semua jadi tahu apakah benar ada wahabi seperti yang disebarkan selama ini. Juga demi menghindari fitnah bernada wahabi dalam masyarakat. Kita sudah terlalu lelah dengan isu wahabi selama ini. Sayang masyarakat kita umat Islam Aceh yang terus terkotak-kotak dengan isu yang dapat merusak persatuan Islam ini,” jelas Zul Arafah. [**]