BANDA ACEH — Salah satu permasalahan pertanian di Aceh saat ini adalah mangkraknya pembangunan Bendungan Krueng Pasee di Kabupaten Aceh Utara yang menjadi kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Lambatnya penyelesaian infrastruktur pertanian tersebut membuat ribuan hektar sawah gagal panen 3 tahun lebih.
“Pemerintah pusat meminta Aceh meningkatkan produksi pertanian, sementara infrastruktur pendukung belum beroperasi,” ungkap Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Ir Mawardi.
Hal ini disampaikannya pada pertemuan Tim Pemerintah Aceh dengan Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdullah Puteh dalam rangka membahas permasalahan pertanian dan ketahanan pangan, di Kantor Gubernur Aceh, Senin (8/1/2023).
Adapun tim Pemerintah Aceh yang ikut dalam rapat tersebut di antaranya Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Cut Huzaimah, Kepala Dinas Pangan Aceh Surya Rayendra dan Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran.
Mawardi berharap kepada Abdullah Puteh sebagai anggota DPD RI asal Aceh bisa ikut memperjuangkan masalah tersebut ke Kementerian PUPR dan forum nasional lainnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Cut Huzaimah. Ia mengatakan, produksi hasil pertanian Aceh pada tahun 2023 menurun dibanding tahun 2022.
Cut mengatakan, salah satu penyebab menurunnya produksi tersebut disebabkan sejumlah irigasi tidak berfungsi dengan baik sehingga lahan sawah kekurangan debit air.
Ia menyontohkan, bendungan Krueung Pasee di Aceh Utara yang belum tuntas pembangunannya dan irigasi Jamboe Ayee dan Rajui yang debit airnya masih kurang mencukupi untuk kebutuhan sawah di sekitarnya.
Selain itu, Kepala Dinas Pertanian itu juga menyebutkan masih banyak sawah di Aceh yang berbentuk rawa.
Saat hujan lahan tersebut menjadi banjir sehingga bisa gagal tanam dan panen.
Menurutnya lahan sawah berbentuk rawa tersebut perlu diperbaiki, misalnya dengan membuat sistem surjan.
Lebih lanjut, saat ini petani di Aceh juga sedang terhambat mendapatkan Asuransi Usaha Tani Padi atau AUTP akibat perusahaan pemberi asuransi tidak dapat beroperasi di Aceh karena terbentur regulasi Lembaga Keuangan Syariah.
Sementara asuransi syariah yang ada di Aceh tidak menyediakan asuransi untuk pertanian.
“Padahal keberadaan AUTP ini begitu bermanfaat bagi petani, jika produksi pertanian gagal panen sampai 75 persen maka mereka mendapatkan dana ganti rugi dari asuransi,” kata Cut Huzaimah.
Cut berharap segala masalah pertanian yang melanda Aceh tersebut dapat menjadi perhatian pemerintah pusat.
Ia juga berharap Komite II DPD RI dapat membantu menyelesaikan masalah petani di Aceh.
Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh mengatakan, kunjungan pihaknya ke Aceh bertujuan menggali informasi dan menampung aspirasi terkait masalah pertanian dan pangan di Bumi Serambi Mekkah.
Aspirasi tersebut nantinya akan dibawa dalam pembahasan rancangan revisi Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di DPR dan DPD RI.
Abdullah Puteh mengatakan, perubahan terhadap undang-undang tersebut diantaranya dilandaskan masalah ketahanan pangan yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan masifnya konversi lahan pertanian ke non pertanian.
“Kunjungan Komite II DPD RI di Aceh adalah untuk melakukan dialog dengan pemerintah daerah serta melakukan peninjauan lapangan untuk melihat langsung sejauh mana implementasi dan permasalahan dari pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini,” kata Abdullah Puteh. (IA)