Pemerintah Aceh Bantah Kemendagri Soal Kepemilikan 4 Pulau: Acuannya Harus Kesepakatan 1992, Bukan Batas Darat
“Letak geografis tidak otomatis menentukan kewenangan administratif. Kalau patok batas laut belum ditetapkan, kenapa rumah (pulau) sudah diputuskan milik pihak lain?” kata Syakir mengibaratkan.
Dokumen dan Surat Resmi Sudah Pernah Disampaikan
Pemerintah Aceh, kata Syakir, telah menyampaikan surat resmi pada 4 Juli 2022 kepada Kemendagri yang menjelaskan bahwa Peraturan Mendagri Nomor 30 Tahun 2020 hanya menetapkan batas darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah.
Penegasan batas laut, termasuk penentuan kepemilikan pulau, belum pernah dilakukan.
Bahkan, dalam proses pembakuan nama pulau tahun 2008, Pemerintah Aceh tidak diizinkan mencantumkan keempat pulau tersebut karena lebih dulu dicatat oleh Sumatera Utara. Hal ini dianggap sebagai akar sengketa, bukan penyelesaian.
“Pada 2018, Gubernur Aceh sudah mengajukan surat permohonan revisi koordinat keempat pulau kepada Mendagri. Jadi, apa dasar Kemendagri tetap mengacu pada berita acara 2017 yang dibuat tanpa kehadiran Aceh?” tanya Syakir.
Pemerintah Pusat Harus Koreksi Keputusan
Syakir menilai Kemendagri harus segera mengevaluasi dan mencabut penetapan sepihak tersebut.
Ia menegaskan bahwa Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan hak wilayahnya sesuai dengan kesepakatan dan peraturan yang berlaku.
“Kami tidak akan diam. Ini bukan sekadar soal pulau, tapi soal kedaulatan wilayah Aceh. Jangan jadikan kesepakatan sah tahun 1992 sebagai dokumen yang diabaikan,” pungkasnya.