Banda Aceh – Tokoh Aceh meminta Pemerintah Pusat segera merealisasikan secara utuh implementasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), sehingga Pemerintah Aceh memiliki kewenangan sebagaimana mestinya.
Salah satu tokoh Aceh yang menyuarakan agar UUPA direalisasikan secara utuh adalah Plt Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Prof Dr Farid Wajdi Ibrahim, MA.
Farid menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan dengan Tim Pemantau Pelaksanaan Otonomi Khusus DPR RI di Ruang Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Senin (23/11).
Menurut mantan Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini, UUPA belum dapat dijalankan sepenuhnya, hingga belum memberi manfaat secara konkrit dan optimal bagi masyarakat.
UU tentang Pemerintah Aceh menjadi hasil dari kesepakatan damai Aceh. Sebagian dari butiran undang-undang tersebut mulai diimplementasikan, namun ada juga sebagian lainnya belum dapat direalisasikan.
Menurut Farid, pertemuan-pertemuan dan audiensi serupa sudah kerap kali dilaksanakan, namun selalu tidak membuahkan hasil konkrit.
“Sudah 100 kali pertemuan dilakukan, namun masih dengan hasil yang sama, padahal ketentuan dalam UUPA merupakan persyaratan perdamaian,” terang Prof Farid.
Selain itu, ia juga meminta agar zakat sebagai pengurang pajak penghasilan (PPh) yang diatur dalam UUPA juga segera dilegalkan.
Selama ini zakat penghasilan 2,5 persen yang dibayar muzakki (wajib zakat) belum dapat mengurangi pajak penghasilan.
Sehingga muzakki di Aceh harus membayar ganda pajak penghasilan 5 persen ditambah lagi zakat 2,5 persen.
Padahal, terkait hal itu telah dituangkan dalam Pasal 192 UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Namun sejak UUPA disahkan tahun 2006 belum dapat dilaksanakan, dengan alasan UU tersebut bertentangan dengan UU Pajak Penghasilan.
Sehingga implementasi zakat sebagai pengurang pajak penghasilan masih belum bisa diterapkan.
Wakil Ketua DPR RI M. Aziz Syamsuddin, menyampaikan terkait masukan- masukan dan informasi yang disampaikan tersebut akan ditampung dan akan dibahas kembali kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak.
“Seperti pajak nanti kita akan rapat kembali dengan Menteri Keuangan. Bahwa secara Undang-undang Nasional konversi antara pembayaran zakat mal 2,5 persen bisa dikonversi, tapi saya dapat masukan bahwa di Aceh tidak selaras dengan UU Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf,” ujarnya. (IA)