BANDA ACEH — Sekitar 132 orang masyarakat di Kecamatan Silih Nara Kabupaten Aceh Tengah menolak pembangunan area reservoir PLTA Peusangan 1 dan 2. Ratusan masyarakat tersebut berasal dari 5 desa yang berbeda, yaitu Sanehen, Wih Sagi Indah, Lenga, Wih Bakong, dan Wih Pesam.
Pasalnya, tanah dan bangunan mereka yang diambil untuk kepentingan pembangunan area reservoir PLTA Peusangan belum dibayar lunas oleh PLN.
Karena itu, masyarakat menuntut agar pembangunan area reservoir PLTA Peusangan dihentikan terlebih dahulu sampai tanah dan bangunan mereka dibayar lunas seluruhnya.
Harjuliska selaku perwakilan masyarakat korban menyampaikan, proses pengadaan tanah untuk pembangunan PLTA Peusangan telah dimulai sejak 1998 sampai 2000. Namun karena kondisi keamanan Aceh waktu itu sedang tidak kondusif, proses pengadaan tanah sempat terhenti dan baru dilanjutkan kembali tahun 2020 dengan dibayarnya 27 persil tanah milik masyarakat.
Akan tetapi proses pembayaran tanah pada tahun 2020 ini dilakukan tanpa dokumen lengkap, karena peta bidang dan dokumen pengadaan tanah tahun 1998-2000 dinyatakan hilang tanpa jejak secara misterius.
Karena dokumen pengadaan tanah tahun 1998-2000 dinyatakan hilang, maka Panitia Pengadaan Tanah (Pemkab Aceh Tengah) membentuk Tim Verifikasi dan Validasi untuk menentukan sisa tanah masyarakat yang belum lunas dibayar.
Tim Verifikasi dan Validasi ini diketuai oleh Kepala Dinas Pertanahan Aceh Tengah dan dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor 590/449/DP.KAT/2021 tanggal 12 Juli 2021,
Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor 590/73/DP.KAT/2022 tanggal 7 Januari 2022, Rekomendasi DPRK Aceh Tengah Nomor 170/57/DPRK tanggal 15 Juni 2021, Surat PLN Nomor 0177/KIT.01.01/B39050000/2021 tanggal 15 Juni 2021, dan Surat Kejaksaan Negeri Aceh Tengah Nomor V-1220/L.1.17/GS/06/2021 tanggal 30 Juni 2021.
Belakangan pasca dibentuknya Tim Verifikasi dan Validasi oleh Bupati Aceh Tengah, dokumen pengadaan tanah PLTA Peusangan tahun 1998-2000 yang sebelumnya dinyatakan hilang ditemukan kembali bulan September 2021 di rumah salah seorang pegawai BPN Aceh Tengah yang telah meninggal dunia.
Sementara peta bidang tahun 1998-2000 yang sebelumnya juga sempat dinyatakan hilang ditemukan di Kantor BPN Aceh Tengah pada November 2021. Tim Verifikasi dan Validasi akhirnya menerbitkan Laporan Hasil Verifikasi dan Validasi pada bulan Maret 2022.
Dalam laporan tersebut, Tim Verifikasi dan Validasi merekomendasikan beberapa hal.
Yakni merekomendasikan PT PLN untuk membayar persil-persil lahan masyarakat yang masih terdapat selisih ukur kurang bayar.
Merekomendasikan pemberian kompensasi terhadap rumah/bahan bangunan yang diklaim masyarakat terdapat pada persil bidang tanahnya.
Merekomendasikan agar PT PLN membebaskan tanah/lahan masyarakat yang tergolong imbas dari pembangunan reservoir PLTA.
Disarankan melakukan peninjauan dan pengukuran ulang di lapangan untuk keakuratan dan kepastian jumlah ukur.
Namun pada 3 Februari 2023, Formkopimda Aceh Tengah membatalkan secara sepihak hasil verifikasi dan validasi tahun 2022.
Pembatalan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat Forkopimda Aceh Tengah tanggal 3 Februari 2023. Alasannya karena telah ditemukan dokumen pengadaan tanah PLTA Peusangan tahun 1998-2000. PLN dan Panitia Pengadaan tanah juga menolak untuk membayar sisa tanah dan bangunan milik masyarakat.
Menurut mereka, tanah masyarakat telah dibayar lunas berdasarkan dokumen tahun 1998-2000.
Padahal berdasarkan hasil verifikasi dan validasi yang dilakukan pada tahun 2022, ditemukan masih adanya selisih ukur kurang bayar terhadap tanah masyarakat.
LBH Banda Aceh selaku pendamping hukum masyarakat menyesalkan tindakan Forkopimda Aceh Tengah yang membatalkan secara sepihak hasil verifikasi dan validasi pengadaan tanah PLTA Peusangan.
Menurut ketentuan Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 (PP Nomor 19 Tahun 2021) dan Pasal 61 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir melalui Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 (Perpres Pengadaan Tanah), disebutkan bahwa dalam hal terjadi perbedaan perhitungan luas antara hasil inventarisasi dan identifikasi dengan hasil verifikasi, maka dilakukan perbaikan dalam bentuk berita acara perbaikan hasil inventarisasi dan identifikasi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka hasil verifikasi dan validasi yang dilakukan pada tahun 2022 seharusnya dituangkan dalam berita acara perbaikan, bukan justru dibatalkan secara sepihak dengan Berita Acara Hasil Rapat Forkopimda Aceh Tengah.
Selanjutnya ketentuan Pasal 66 PP Nomor 19 Tahun 2021 Jo Pasal 62 Perpres Pengadaan Tanah menentukan, hasil verifikasi dan perbaikan menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian. Kemudian Pasal 78 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2021 Jo Pasal 76 ayat (2) Perpres Pengadaan Tanah juga menyebutkan bahwa pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang dilakukan berdasarkan validasi dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk.
Mengacu pada ketentuan tersebut, maka tindakan Forkopimda Aceh Tengah yang tidak menindaklanjuti hasil verifikasi dan validasi tahun 2022 ke dalam berita acara perbaikan dan bahkan membatalkannya secara sepihak adalah suatu tindakan yang tidak sesuai dengan hukum serta cenderung sewenang-wenang.
“Karena itu, kami meminta kepada PLN dan panitia pengadaan tanah PLTA Peusangan untuk segera menindaklanjuti rekomendasi hasil verifikasi dan validasi yang telah dilakukan sebelumnya,” ujar
Muhammad Qodrat selaku Kepala Operasional LBH Banda Aceh, Rabu (22/11/2023).
Perlu diketahui bahwa proses verifikasi dan validasi dilakukan sejak Juli 2021 sampai dengan Maret 2022. Sementara dokumen pengadaan tanah tahun 1998-2000 ditemukan kembali pada bulan September dan November 2021, yakni sebelum proses verifikasi dan validasi rampung dilakukan.
Apabila ditemukannya dokumen pengadaan tanah tahun 1998-2000 dijadikan alasan pembatalan hasil verifikasi dan validasi tahun 2022, maka seharusnya proses verifikasi dan validasi pada tahun 2022 langsung dihentikan pada saat ditemukannya dokumen pengadaan tahun 1998-2000.
Tidak perlu menunggu adanya hasil verifikasi dan validasi apabila ujung-ujungnya dibatalkan.
Di sisi lain, dokumen pengadaan tanah PLTA Peusangan tahun 1998-2000 yang ditemukan pada penghujung tahun 2021 itu juga telah dijadikan bahan acuan oleh Tim Verifikasi dan Validasi dalam menyusun rekomendasi.
Dengan demikian, pembatalan hasil verifikasi dan validasi tahun 2022 dengan alasan ditemukannya dokumen pengadaan 1998-2000 sangat tidak masuk akal, karena hasil verifikasi dan validasi tahun 2022 sendiri disusun berdasarkan dokumen pengadaan tanah dan peta bidang tahun 1998-2000.
LBH Banda Aceh merasa ada kejanggalan atas hilangnya dokumen pengadaan tanah PLTA Peusangan tahun 1998-2000 yang belakangan ditemukan di rumah salah seorang pegawai BPN Aceh Tengah.
Berdasarkan fakta hukum itu, kami menduga ada permaianan mafia tanah dalam pengadaan tanah PLTA Peusangan. Oleh karenanya, kami berharap agar aparat penegak hukum tidak menutup mata dan dapat melakukan pemeriksaan/penyelidikan atas kejadian tersebut.
Besar kemungkinan adanya pelanggaran hukum dan praktik mafia tanah atas hilangnya dokumen pengadaan tahun 1998-2000. Semua persoalan dalam sengketa ini tidak terlepas dari kesalahan dan kelalaian oknum-oknum pejabat tertentu yang terlibat dalam pengadaan tanah.
Jangan sampai kesalahan dan kelalaian para pejabat itu justru merugikan masyarakat, sehingga masyarakat yang seharusnya berhak untuk memperoleh ganti rugi malah tidak memperoleh ganti rugi yang layak atas tanahnya. (IA)