BANDA ACEH — Senator DPD RI asal Aceh HM Fadhil Rahmi Lc mengatakan Pemerintah Aceh perlu segera menggodok Qanun Kebudayaan dan Cagar Budaya.
Keberadaan ini dinilai penting karena Aceh memiliki budaya dan cagar yang cukup banyak serta bernilai tinggi yang harus dilestarikan.
“Fakta beberapa waktu belakangan ini terjadi kisruh tentang budaya dan cagar budaya, seperti beberapa nisan yang terimbas proyek nasional seperti IPAL dan tol,” kata pria yang akrab disapa Syech Fadhil ini di sela sela buka puasa bersama MAPESA, Sabtu 1 Mei 2021.
Imbas dari ketiadaan Qanun Kebudayaan dan Cagar Alam ini, kata Syech Fadhil, penyelamatan situs sejarah dan cagar budaya di Aceh luput dari perhatian.
“Termasuk dalam hal anggaran dan kebijakan publik. Kalau situs tadi rusak, maka akan hilang dan raib begitu saja seolah tak ada,” ujar senator muda yang dikenal akrab dengan kalangan dayah di Aceh ini.
Sebagai contoh, kata Syech Fadhil, Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) menetapkan Banda Aceh sebagai ibukota kebudayaan Indonesia. Tapi di sisi lain, Banda Aceh belum memiliki Qanun dan regulasi tentang kebudayaan, mulai dari penelusuran, penyelamatan, perawatan, pembinaan hingga penganggaran dan lainnya.
“Padahal dalam UU dan MoU Helsinki jelas mengamanahkan tentang regulasi kebudayaan, seperti poin 1.1.6. Ini amanah MoU Helsinki yang juga tak dijalankan lho, bukan cuma..,” kata Syech Fadhil sambil tersenyum.
“Aceh itu kaya akan peninggalan sejarah dan memiliki kebudayaan tinggi. Jangan biarkan semua ini musnah. Kepedulian dari relawan seperti MAPESA oke tapi tanggungjawab bersama juga harus ada. Maka qanun adalah suatu keharusan,” kata wakil ketua komite III DPD RI asal Aceh ini lagi. (IA)