Banda Aceh – Pemerintah Aceh menyambut kepulangan 51 nelayan Aceh yang dipulangkan dari Thailand, di Pendopo Gubernur Aceh, Selasa (6/10).
Mereka tiba di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar sekitar pukul 09.00 WIB, menggunakan pesawat Citilink. Ke 51 nelayan tersebut diberangkatkan dari Jakarta, setelah sebelumnya menjalani tes swab dan isolasi pasca tiba dari Thailand pada 1 Oktober lalu.
Pemulangan para nelayan Aceh dari Thailand hingga tiba kembali di kampung halaman difasilitasi oleh Pemerintah Aceh dan Kementerian Luar Negeri.
“Selamat datang kembali ke Tanah Air, ke kampung halaman di bumi Aceh tercinta. Semoga kita sehat dan tidak ada kekurangan apapun,” kata Wakil Ketua Satuan Tugas Covid-19 Aceh, Dyah Erti Idawati, dalam acara serah terima 51 nelayan dari Pemerintah Aceh kepada Pemkab Aceh Timur di Pendopo Gubernur Aceh.
Turut hadir Asisten I Bidang Pemerintahan dan Keistimewaan Setda Aceh M Jafar, Kadis Sosial Aceh Alhudri, Kadis Kelautan dan Perikanan Aceh Ilyas, Anggota DPRA Dapil Aceh Timur Iskandar Usman Al-Farlaky dan Muhammad Yunus, Asisten I Setdakab Aceh Timur Syahrizal Fauzi.
Dyah mengatakan, kepulangan para nelayan tersebut merupakan hal yang harus disyukuri. Ia mengatakan, keberhasilan pemulangan tersebut tidak terlepas dari peran semua pihak, mulai dari Pemerintah Aceh, DPRA hingga Pemerintah Pusat.
Dyah mengatakan, saat pertama sekali datang kabar penangkapan nelayan di Thailand, Pemerintah Aceh langsung melakukan sejumlah langkah cepat.
Pihaknya langsung membangun koordinasi dengan Kementrian Luar Negeri RI dan Perwakilan Pemerintah Indonesia di Thailand untuk melakukan upaya advokasi pemulangan para nelayan.
“Atas upaya yang telah dilakukan berbagai pihak. Kami ucapkan terima kasih, kita juga berterima kasih atas pemberian amnesti dari Raja Thailand Rama sepuluh,” sebut Dyah Erti yang juga istri Plt Gubernur Aceh.
Dalam kesempatan itu, Dyah mengingatkan para nelayan agar disiplin menerapkan protokol kesehatan saat berbaur kembali di tengah masyarakat nantinya.
“Pakai selalu maskernya, disiplin jaga jarak agar tidak tertular virus corona, begitupun sebaliknya agar kita tidak menularkan kepada yang lain,” pinta Dyah.
Kepala Dinas Sosial Aceh, Alhudri, menjelaskan, ke 51 nelayan Aceh tersebut melakukan perjalanan laut hingga melewati batas wilayah perbatasan dan melintasi wilayah otoritas Negara Thailand pada 21 Januari lalu. Akibatnya mereka pun ditahan dengan dugaan pencurian ikan.
Selama di Thailand, para nelayan tersebut menjalani persidangan dan menjalani hukuman penjara. Dalam rentan waktu itu, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat terus melakukan upaya advokasi.
“Lalu pada 28 Juli 2020 ke 51 nelayan asal Aceh ini mendapat amnesti atau pun hadiah ulang tahun dari Raja Rama Sepuluh di Thailand dan akhirnya pada tanggal 29 September 2020 pemberian amnesti ditetapkan melalui keputusan hakim pengadilan Phang Nga,” ungkap Alhudri.
Selanjutnya, Pemerintah Aceh membangun koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri guna memfasilitasi pemulangan mereka. Pada tanggal 1 Oktober 2020, para nelayan itu tiba di Jakarta.
“Kemudian pada 6 Oktober hari ini, mereka kita berangkatkan ke Aceh dan tiba sekitar pukul 09.00 WIB. Sesuai arahan dari pak Plt Gubernur seluruh nelayan ini akan diantarkan langsung ke kampung halamannya masing-masing,” terang Alhudri.
Alhudri menyebutkan, sebagian besar nelayan yang ditangkap itu berasal dari Aceh Timur, yakni sebanyak 44 orang. Sementara dari Aceh Utara, Lhokseumawe, dan Aceh Tamiang masing-masing 2 orang. Sedangkan 1 orang lainnya berasal dari Bireuen.
Dalam kesempatan itu, Alhudri mengingatkan agar nelayan Aceh lebih hati-hati saat berlayar dan selalu memperhatikan batas wilayah negara. Ke depan, kata dia, Dinas Sosial Aceh juga akan melakukan sosialisasi tapal batas wilayah kepada para nelayan.
Nelayan Ucapkan Terima Kasih
Upaya Pemerintah Aceh memulangkan ke 51 nelayan itu menuai rasa syukur dan ucapan terima kasih dari para nelayan. Feri Madona, nelayan asal Aceh Tamiang, merasa begitu lega usai lepas dari tahanan. Ia bersyukur dapat menghirup kembali udara di luar tahanan dan kembali ke kampung halaman tercinta.
“Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah, Alhamdulillah bisa bebas dan dipulangkan sampai di sini kembali,” ujar Feri.
Feri juga menceritakan kisahnya selama menjalani penahanan. Ia mengaku harus menjalani hari-hari yang sulit, salah satu hal yang paling dikeluhkannya adalah soal makan sehari-hari.
“Sehari hanya dua kali diberi makan, pagi dan sore. Selebihnya kami tidak mendapat apa-apa. Malam kalau lapar terpaksa harus ditahan,” kata Feri.
Meskipun demikian, debut Feri, selama berada di tahanan, pihak Kedutaan Indonesia di Thailand mengunjungi mereka sebanyak tiga kali. Setiap kunjungan mereka mendapatkan sedikit uang saku dari Kedutaan.
“Ya tapi tetap tidak cukup, uang itu nggak tahan lama. Bahkan pakaian yang diberikan pihak kedutaan harus kami jual agar bisa jajan di kantin,” ungkap Feri.
Tidak hanya itu, selama delapan bulan di sana Feri juga terpaksa harus memendam rindu dengan keluarga tercinta. Seluruh alat komunikasi yang mereka bawa tidak diperkenankan untuk digunakan.
“Baru sampai di Jakarta kemarin bisa menghubungi keluarga lagi,” ucap Feri dengan nada yang lirih.
Oleh sebab itulah, Feri merasa sangat bersyukur dapat kembali dengan selamat dan berkumpul kembali dengan keluarga.
Hal senada disampaikan Hamdani, nelayan asal Aceh Timur itu sangat berterima kasih kepada Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat yang telah membantu pihaknya kembali ke Aceh.
Hamdani merasa bersyukur dapat kembali ke kampung halaman dan meninggalkan hari-hari yang ia rasa begitu suram selama berada di dalam tahanan di Thailand.
“Susah sekali selama di sana, kami hanya tergantung dengan apa yang diberikan pihak sel. Saya sendiri terpaksa harus menjual pakaian yang dikasih sama orang Kedutaan agar bisa beli makan di kantin,” pungkas Hamdani. (IA)