Dua tim medis Covid-19 di RSUDZA Banda Aceh dengan pakaian hazmat menyaksikan peresmian Ruang Outbreak Pinere (Penyakit Infeksi New-Emerging dan Re-Emerging).
Banda Aceh — Di tengah berbagai pujian dan apresiasi dari banyak pihak terhadap kerja tim medis sebagai pahlawan di garda terdepan dalam menangani pasien terkait Coronavirus Disease (Covid-19), perlakuan tidak mengenakkan justru dirasakan oleh tim medis Covid-19 di Provinsi Aceh.
Hal itu setelah adanya laporan bahwa sejumlah petugas medis yang menangani perawatan pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh mendapat penolakan dari warga di sekitar tempat tinggalnya, saat mereka kembali ke rumahnya dan berada di tengah masyarakat.
Tenaga medis tersebut, malah diusir warga saat hendak kembali ke indekos miliknya. Pengusiran tim medis oleh warga terjadi karena tim medis tersebut dikhawatirkan oleh masyarakat menyebarkan virus Corona di lingkungan mereka.
Karenanya, warga menolak dan tidak mengizinkan tenaga medis Covid-19 tersebut, dan diminta untuk sementara waktu tidak tinggal dulu di daerah tersebut.
Terkait adanya penolakan tim medis Covid-19 Aceh kembali ke tengah masyarakat, hal itu juga dibenarkan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Aceh, Dr dr Safrizal Rahman, Sp.OT M.Kes. Namun, ia tidak menyebutkan identitas dan di kawasan mana di Banda Aceh, lokasi rumah tim medis yang ditolak oleh masyarakat itu.
“Iya, ada beberapa laporan demikian. Mereka tim medis yang menangani pasien Covid-19 di RSUDZA Banda Aceh,” ujar Safrizal Rahman, saat dikonfirmasi, Selasa (7/4) sore.
Ia mengaku sangat kecewa dan prihatin adanya perlakuan dari masyarakat terhadap tim medis yang selama ini telah berjuang dan mendedikasikan dirinya untuk menangani pasien Covid-19 dengan risiko yang sangat tinggi.
“Kalau tenaga medis Covid-19 tersebut ditolak pulang ke rumah atau kos-kosan mereka, sungguh ini kita sangat menyesalkan adanya perlakuan seperti itu,” terangnya.
Bagaimanapun mereka para tim medis ini sudah berjuang keras untuk menyelamatkan nyawa pasien Covid-19, mestinya masyarakat berterima kasih memberi support dan dukungan moral kepada mereka.
“Kalau kita lihat banyak di negara lain, bahkan masyarakat melambaikan tangan dan memberi applaus kepada pada tenaga medis ini, seharusnya masyarakat kita pun di di sini dapat menghargai para tim medis ini,” sebutnya.
Menurut Safrizal, sejauh ini tenaga medis di Aceh belum ada yang positif Covid-19 saat dilakukan pengecekan lewat rapid test. Mereka juga sempat diisolasi selama 14 hari usai menangani pasien positif terinfeksi Covid-19 yang meninggal dunia beberapa pekan lalu.
Pihaknya mengaku bersyukur dan berterima masih, karena saat ini Pemerintah Aceh sudah memberikan tempat istirahat dan penginapan sementara yaitu tiga gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh untuk tim medis Covid-19 yang bertugas di RSUDZA, agar bisa membuat tenaga medis merasa aman. Tiga gedung itu mampu menampung 160 tenaga medis, lengkap dengan fasilitas yang diberikan.
“Penyiapan tempat penginapan tersebut sangat bagus untuk kasus -kasus seperti ini, hingga sangat membantu mereka. Bagaimanapun tenaga medis perlu diberikan dukungan moral untuk tetap memiliki stamina menghadapi pandemi Covid-19,” jelasnya.
Direktur RSUDZA Banda Aceh, Dr dr Azharuddin, Sp.OT, K-Spine FICS mengungkapkan, sebelumnya ada sekitar 20-an tenaga medis, terdiri atas dokter dan perawat yang sejak dua pekan lalu diisolasi di Ruang Isolasi Pinere rumah sakit tersebut, kini semuanya sudah diperbolehkan pulang ke kediaman masing-masing, setelah hasil pemeriksaan swab tenaga medis yang selama ini diisolasi semuanya negatif Covid-19.
Beberapa dokter dan paramedis yang menjalani isolasi tersebut adalah tim medis yang selama ini merawat AA (56), pasien positif terinfeksi Corona dari Kota Lhokseumawe yang telah meninggal dunia, dan juga beberapa pasien dalam pengawasan (PDP) lainnya.
Namun, saat pulang ke tempat tinggalnya, ada beberapa diantara perawat (paramedis), terutama yang lajang dan masih tinggal di tempat kos-kosan, justru ditolak oleh pemilik kos maupun warga setempat karena paramedis itu dianggap eks isolasi Covid-19.
“Saya dapat beberapa laporan tentang penolakan ini. Ada beberapa diantara mereka yang tidak diterima pulang ke rumahnya oleh warga di tempat tinggalnya,” terang Azharuddin. (m)