Namanya Teungku Muhammad Saleh, namun setelah menjadi alim besar masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Abu Lambhuk dinisbahkan kepada tempat tinggalnya, kampung dari ibunya Cut Nur Laila. Beliau merupakan anak dari Teungku Abdul Shamad dan Cut Nurlaila, diperkirakan beliau lahir di tahun 1890, hampir sebaya dengan para ulama lainya yang sama-sama lulusan Yan Keudah Malaysia.
Sebut saja Teungku Haji Hasan Kruengkalee yang lahir tahun 1886, Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri 1888, dan Teungku Abdullah lam U 1888.
Ayahnya Teungku Abdul Shamad adalah murid kesayangan dari Syekh Marhaban seorang ulama Pidie yang kemudian membuka pengajian di Lamno, namun Syekh Marhaban ditangkap dan dibuang oleh Belanda. Setelah wafat gurunya, Teungku Abdul Shamad kemudian hijrah ke Banda Aceh tepatnya di Pelanggahan adapun isterinya Cut Nur Laila berasal dari Lambhuk.
Sejak kecil Teungku Muhammad Saleh Lambhuk belajar langsung kepada ayahnya yang juga seorang ulama dan ahli Al-Quran. Dari masa kecilnya telah nampak bakat keilmuan pada Teungku Muhammad Saleh Lambhuk yang ditandai dengan kesungguhannya dalam belajar dan menuntut ilmu.
Setelah belajar langsung dari ayahnya, kemudian Teungku Muhammad Saleh Lambhuk bertekad untuk memperdalam kajian keilmuannya, beliau memilih Yan Keudah sebagai tempat tujuannya. Karena setelah wafatnya Teungku Chik Di Tiro di tahun 1891, dan wafat pula Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee di tahun 1894 yang juga sebagai Qadhi Rabbul Jalil, maka banyak ulama yang seperjuangan mereka yang ditangkap seperti Teungku Chik Muhammad Arsyad yang merupakan guru Teungku Chik Di Tiro dan Teungku Chik Umar Diyan yang juga sebagai seorang ulama pejuang, maka hijrahlah ke Yan Kedah Malaysia dua ulama besar yaitu Teungku Chik Muhammad Arsyad dikenal dengan Teungku Chik Di Yan dan Teungku Chik Umar Diyan.
Maka tergeraklah hati teungku-teungku muda yang kemudian menjadi para ulama terpandang untuk berangkat menuju ke Yan Kedah Malaysia. Mereka dapat disebut sebagai generasi awal yang datang ke Yan Keudah Malaysia.
Diantara para ulama yang belajar di Yan ketika itu adalah: Teungku Muhammad Saleh Lambhuk yang kemudian dikenal dengan Abu Lambhuk, Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri yang dikenal dengan Abu Indrapuri, Teungku Muhammad Hasan Kruengkalee yang kemudian dikenal dengan Abu Kruengkalee, Teungku Abdullah Lam U yang kemudian dikenal dengan Abu Lam U dan Teungku Muhammad Saman yang dikenal dengan Teungku Syekh Muhammad Saman Siron.
Sedangkan generasi kedua dari lulusan Yan Kedah Malaysia adalah Teungku Muhammad Ali Siem dikenal dengan Abu Lampisang dan Teungku Teuku Syekh Mahmud Lhoknga dikenal dengan Abu Syech Mud Blangpidie, yang keduanya adalah guru utama Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy sebelum berangkat ke Padang.
Setelah beberapa tahun belajar di Yan Kedah Malaysia dan menikah disana, pada tahun 1916 pulanglah Abu Lambhuk ke kampung halamannya untuk mendidik masyarakat dengan berbagai cabang keilmuan yang telah ditempa dalam dirinya oleh ayahnya Teungku Abdul Shamad dan para teungku chik di Yan Keudah Malaysia.
Pada tahu 1918 mulailah beliau mendirikan dayahnya di Lambhuk. Berkat kesungguhan dan kegigihan Abu Lambhuk banyak para ulama dan ilmuan yang kemudian dilahirkan dari pesantren ini sebut saja diantara mereka: Prof Teungku Ali Hasymi ulama dan cendekiawan Aceh, Teungku Ibnu Sa’dan residen Aceh, Prof. A. Majid Ibrahim Rektor Unsyiah dan pernah menjadi Gubernur Aceh, Teungku Ali Balwy anggota MPU Aceh, dan Teungku Drs Zakaria Yatim Ahli Bahasa Arab dari Darussalam dan lain-lain.
Di antara Kitab yang menjadi pegangan Abu lambhuk dalam pengajiannya adalah Kitab-Kitab dalam Mazhab Imam Syafi’i diantaranya adalah: Riyadhusshalihin karya Imam Nawawi dalam bidang hadits, Kifayatul Akhyar karya Imam Taqiyuddin al-Hisni dalam ilmu Fikih, dan Kitab Majmu’ Musannafat atau Kitab Lapan karya para ulama Aceh, Tafsir Jalalain karya Imam al-Mahalli dan Imam Suyuthi dan Kitab Nashaih Diniyah karya Imam al Haddad al-Yamani.
Melihat kitab-kitab yang dijadikan pegangan oleh Abu Lambhuk, maka beliau bisa digolongkan dalam ulama tradisionalis berhaluan moderat dan pembaharuan.
Selain mengajar kitab untuk para santrinya, beliau juga mengajarkan masyarakat umum dan bahkan kaum ibu-ibu. Karena menurut beliau pendidikan agama merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan umat masyarakat muslim. Sebagai seorang ulama dan panutan masyarakat, beliau juga sangat menjaga komunikasi dengan berbagai pihak termasuk dengan para hartawan dan dermawan yang mau membantu di jalan agama.
Setelah pengabdian yang besar untuk masyarakat Banda Aceh, wafatlah Abu Lambhuk di tahun 1969.
Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc (Ketua STAI al Washliyah Banda Aceh; Pengampu Pengajian Rutin TAFITAS Aceh; dan Penulis Buku Membumikan Fatwa Ulama)