Abuya Teungku Muhammad Syam Marfaly dikenal oleh masyarakat Blangpidie dengan sebutan Abu Syam Marfaly atau Abu di Blang. Kehadiran Abu Syam Marfaly sebagai ulama kharismatik di Blangpidie memiliki makna yang cukup penting, mengingat beliau adalah penerus Abu Syech Mahmud Blangpidie setelah wafatnya Abuya Abdul Hamid Kamal.
Abu Syam Marfaly lahir di Desa Lhung Tarok, beliau adalah putera asli Blangpidie yang lahir dari ayah dan ibu yang taat dan menjunjung tinggi nilai keislaman. Abu Syam Marfaly merupakan ulama yang paling lama belajar di Dayah Darussalam Labuhan Haji, lebih kurang selama tujuh belas tahun rentang 1958 sampai 1975.
Sehingga tidak mengherankan bila kemudian beliau menjadi seorang ulama yang menguasai keilmuan Islam secara mendalam. Beliau juga murid khusus dari Abu Imam Syamsuddin Sangkalan yang dikenal alim dalam ilmu mantik dan ilmu alat seperti nahwu dan sharaf, salah satu murid utama Abuya Syekh Muda Waly.
Mengawali masa menuntut ilmu, Abu Syam Marfaly secara rutin hadir dalam pengajian Abu Syech Mud Blangpidie rentang waktu 3 tahun (1955-1958), ketika itu Abu Syam Marfaly berdagang di Pasar Blangpidie, dan beliau secara rutin mengikuti ‘drah’ atau pengajian yang diasuh oleh ulama Aceh Abu Syekh Mahmud Blangpidie.
Dari keaktifan belajar kepada ulama tersebut tergeraklah hati Abu Syam Marfaly untuk mendalami ilmu agama secara sungguh-sungguh dan mendalam. Maka pada tahun 1958 berangkatlah Abu Syam Marfaly ke Dayah Darussalam Labuhan Haji yang waktu itu dipimpin oleh Abuya Syekh Muda Waly. Pada waktu itu usia Abu Syam Marfaly sekitar 21 tahun, karena diperkirakan beliau lahir pada tahun 1937.
Abu Syam Marfaly di Dayah Darussalam Labuhan Haji seangkatan dengan beberapa santri yang kemudian seluruhnya menjadi para ulama seperti: Abon Kota Fajar, Abuya Jamaluddin Waly dan Abuya Haji Amran Waly. Meskipun belum memasuki kelas Bustanul Muhaqiqin yang diasuh langsung oleh Abuya Syekh Muda Waly, namun dapat dipastikan Abu Syam Marfaly belajar secara umum kepada Abuya Muda Waly yang memberikan berbagai pengantar keilmuan kepada seluruh para santri-santrinya dari berbagai tingkatan.
Abu Syam Marfaly dan beberapa teman seangkatannya lebih banyak belajar kepada Abuya Muhibbuddin Waly yang telah mulai mengajar ketika itu.
Selain itu, Abu Syam Marfaly juga belajar langsung kepada seorang murid Abuya Muda Waly lainnya yang dikenal ahli dalam ilmu Mantiq dan Ushul Fikih yaitu Abu Imam Syamsuddin Sangkalan, yang pernah memimpin Dayah Darussalam Labuhan Haji setelah wafatnya Abuya Muda Waly, dan saat Abuya Muhibbudin Waly berangkat belajar ke Mesir.
Banyak ilmu yang beliau peroleh dari Abu Imam Syamsuddin, bahkan disebutkan bahwa Abu Syam Marfaly pernah diuji oleh Abu Imam Syamsuddin dalam beberapa cabang ilmu keislaman secara tahqiq.
Abu Imam Syamsuddin Sangkalan sendiri memimpin Dayah Darussalam pada tahun 1965-1967, karena setelah wafatnya Abuya Syekh Muda Waly Dayah Darussalam dipimpin oleh Abuya Muhibbudin Waly kemudian karena beliau berangkat belajar ke Al Azhar Mesir, jadilah Dayah Darussalam dipimpin oleh Abu Imam Syamsuddin Sangkalan atas musyawarah seluruh alumni senior termasuk Abu Bakongan dan Abuya Haji Jailani Kota Fajar.
Setelah Abu Imam Syamsuddin, selanjutnya Dayah Darussalam Labuhan Haji dipimpin oleh Abuya Jamaluddin Waly, karena masih sangat muda, mungkin sekitar usia 23 tahun, Abuya Jamal disebut dengan Kiyai Muda Jamaluddin Waly dan setelahnya dipimpin pula oleh adiknya Abuya Haji Amran Waly dan kemudian dipimpin secara bergiliran oleh anak-anak Abuya Syech Muda Waly.
Abu Syam Marfaly termasuk ulama yang kuat himmah dan tekadnya. Sehingga beliau mampu bertahan di Dayah Darussalam Labuhan Haji selama 17 tahun belajar dan mengajar. Bahkan pada masa Darussalam Labuhan Haji dipimpin oleh Abuya Haji Amran Waly al-Khalidy, Abu Syam Marfaly sudah menjadi guru senior di Darussalam Labuhan Haji.
Dengan tekad dan kesungguhan, telah mengantarkan beliau menjadi ulama yang rasikh ilmunya. Setelah menjadi alim, pulanglah Abu Syam Marfaly kembali ke kampung halamannya Blangpidie.
Atas kesepakatan masyarakat, setelah wafatnya Abuya Haji Abdul Hamid Kamal, maka pimpinan diserahkan kepada Abu Syam Marfaly. Dayah Bustanul Huda Blangpidie ini didirikan oleh Abu Syech Mahmud ditahun 1928, yang kemudian setelah wafatnya Abu Syech Mud tahun 1966, Dayah Bustanul Huda dipimpin oleh murid sekaligus menantunya Abuya Abdul Hamid Kamal yang pada waktu bersamaan telah memimpin dayah lainnya di Kuala Batee yang dikenal dengan Dayah Raudhah. Dan Abu Abdul Hamid Kamal wafat pada tahun 1980.
Setelah wafatnya Abu Hamid Kamal, estafet kepemimpinan Dayah Bustanul Huda dilanjutkan oleh Abu Syam Marfaly yang baru pulang dari Dayah Darussalam Labuhan Haji.
Setelah tiga tahun memimpin Bustanul Huda tepatnya tahun 1983 Dayah Bustanul Huda dipindahkan oleh Abu Syam Marfaly ke Keude Siblah, karena kondisi tempat yang tidak memadai. Setelah sebelumnya berada di kawasan Mesjid Jamik Baitul Adhim Blangpidie.
Di tempat yang baru ini Bustanul Huda mulai didatangi oleh para santri dari berbagai daerah, termasuk dari Provinsi Jambi, Riau, dan wilayah lainnya.
Enam tahun berikutnya Dayah Bustanul Huda telah menerima santri puteri. Dengan segenap komitmen dan kesungguhan, Abu Syam Marfaly telah mengantarkan banyak muridnya untuk menjadi ulama dan pengawal agama di wilayahnya masing-masing. Bahkan banyak alumni Dayah Bustanul Huda yang kemudian mendirikan Dayah.
Maka kehadiran Dayah Bustanul Huda mulai dari Periode Abu Syech Mahmud, Abuya Hamid Kamal dan Abu Syam Marfaly memiliki arti yang sangat signifikan bagi pencerdasan ummat khusus Blangpidie Abdya dan Aceh secara menyeluruh.
Selain sebagai pimpinan Dayah Bustanul Huda, Abu Syam Marfaly juga sebagai Imam Chik Mesjid Jamik Baitul Adhim Blangpidiee. Sebagai seorang ulama, Abu Syam Marfaly dikenal sebagai sosok yang istiqamah dan teguh dengan prinsip yang diyakininya.
Beliau juga sebagai ulama yang mengayomi masyarakat terutama dalam masa iklim Aceh yang kurang kondusif dahulunya.
Sebagai seorang pemimpin masyarakat, Abu Syam Marfali juga termasuk tokoh ulama yang kiprahnya sangat diperhitungkan terutama di Pantai Barat Selatan. Beliau terlibat aktif di PERTI bahkan beliau salah satu Tokoh PERTI, PPP, terlibat pula di MPU Aceh, Perkumpulan Ulama Dayah Inshafuddin, HUDA Aceh dan berbagai organisasi kemasyarakatan dan keummatan lainnya.
Beliau juga seorang ulama yang dinilai oleh banyak pihak tegas, pemberani dan konsisten dengan apa yang diyakininya.
Terakhir, beliau adalah guru rohani masyarakatnya. Beliau secara sungguh-sungguh dengan pengajian-pengajiannya, majelis taklim dan ceramah-ceramah agamanya telah mendidik dan mencerdaskan masyarakat Abdya secara khusus.
Setelah pengabdian dan kontribusi yang besar, wafatlah ulama tersebut pada tahun 2009. Dengan meninggalnya Abu Haji Muhammad Syam Marfaly, maka telah redup satu bintang ulama Abdya. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.
Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc